Menu Utama

Sabtu, 27 November 2010

Ratusan Warga Demo Pemkab Tubarat


TULANGBAWANG BARAT – Ratusan warga Kampung Gunungkatun Malay dan Gunungkatun Tanjungan Kecamatan Tulangbawang Udik (TbU) Kabupaten Tulangbawang Barat (Tuba Barat) menggelar aksi massa di depan kantor Pemkab Tuba Barat Senin (11/10) kemarin. Aksi massa yang digelar warga kedua kampung tersebut, bertujuan untuk meminta bantuan Penjabat Bupati Tulangbawang Barat (Tuba Barat) untuk menyelesaikan permasalahan sengketa lahan antara warga setempat dengan PT.Umas Jaya Agrotama (UJA).
Perwakilan rombongan warga yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan aliansi rakyat Tulangbawang Barat Bersatu ini disambut langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tuba Barat Sigit Trenggono dan Asisten I Pemkab Tuba Barat Bustam Effendy di ruang Sekda Tuba Barat dengan disaksikan oleh aparat kepolisian jajaran Polres Tulangbawang (Tuba) dan sejumlah wartawan baik media cetak maupun elektronik
Ada beberapa tuntutan warga yang disampaikan oleh Herman yang juga selaku pemilik lahan, meminta Pemkab Tuba Barat segera menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membentuk Tim khusus dengan melibatkan warga kedua kampung. ”Adapun beberapa permasalahannya yang pertama warga menanyakan kepada PT.UJA, kepada siapa mereka (PT.UJA,Red) mengganti rugi tanah tersebut, karena hingga saat ini tidak ada warga atau pemilik lahan yang merasa pernah menjual lahan tersebut. Selanjutnya, warga meminta agar PT.UJA segera di usir dari lahan tersebut,”ujarnya.
Selanjutnya ditambahkan Hakim salah satu tokoh masyarakat lainnya, dirinya mewakili warga lainnya berharap pemerintah dapat segera melakukan tindakan tegas kepada PT.UJA ” Ada beberapa hal yang mendesak dilakukan tindakan tegas kepada PT.UJA selain mereka tidak bisa menunjukkan bukti – bukti yang kuat, mereka juga belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan milik warga tersebut. Selanjutnya dari ribuan hektar lahan yang mereka bayar pajaknya hanya sekitar 700 hektar saja,”terangnya.
Melihat beberapa permasalahan tersebut lanjut Abu Khasan dari KPW PRD Lampung, warga kecewa dengan pemerintah kabupaten setempat, karena dirinya menilai selain warga perusahaan juga telah melakukan tidak menganggap pemerintah di kabupaten setempat.
”Sekali lagi kami mewakili war ga pemilik lahan meminta pemerintah dapat segera melakukan tindakan tegas sehingga permasalahan ini dapat segera terselesaikan,”pungkasnya.
Sementara menanggapi beberapa tuntutan warga tersebut Asisten I Pemkab Tulangbawang Barat Bustam Effendy mengatakan, sebelum warga datang di kantor Pemkab Tuba ini.
Pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat melalui Tim Penyelesaian Sengketa Lahan, memang ingin melakukan fasilitasi dari penyelesaian permasalahan sengketa warga dengan PT.UJA ini, hal ini dikarenakan mereka mendengar dari berita yang sudah beredar baik di media cetak maupun elektronik beberapa waktu lalu.
” Kami sudah memanggil pihak PT.UJA, undangan yang pertama kita berikan kepada PT.UJA mereka tidak hadir. Sehingga kita layangkan kembali undangan yang kedua yang rencananya mereka akan datang pada hari Kamis besok. Selain kita minta hadir, pihak perusahaan juga kita minta untuk menunjukkan dokumen – dokumen atas kepemilikan tanah tersebut. Sekali lagi walaupun warga tidak datang saat ini kami memang akan melakukan fasilitasi guna mencarikan jalan keluar terbaik agar warga tidak di rugikan atas sengketa lahan ini,”ujarnya.
Selanjutnya Bustam mengatakan, pemerintah dalam hal ini tim penyelesaian sengketa Kabupaten Tulangbawang Barat, tentunya hanya memfasilitasi untuk menyelesaiakan permasalahan sengketa ini, apa yang bisa dibantu tentunya akan dibantu.
”Untuk itu saya juga berharap warga dalam hal ini pemilik lahan nantinya saat kami butuhkan bisa menunjukkan bukti – bukti dokumen baik surat – menyurat atau lainnya atas kepemilikan tanah ini. Mungkin dalam waktu dekat setelah kami memanggil PT.UJA kami juga akan mempertemukan warga dengan PT.UJA untuk duduk satu meja guna mencarikan solusi terbaik atas penyelesaian tanah ini,”pungkasnya.
Untuk diketahui massa yang terdiri dari ratusan warga Kampung Gunungkatun Tanjungan dan Gunungkatun Malai ini, akhirnya mem bubarkan diri, se telah apa yang menjadi aspirasi mereka di tanggapi Sekdakab Tulangbawang Barat dan Asisten I Pemkab Tulangbawang Barat, salah satunya akan segera diben tuknya tim penyelesaian sengketa yang libatkan warga kedua kampung setempat.

Pemkab Tuba Siap Fasilitasi
USAI melaksanakan aksi demo di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuba Barat (Tuba Barat), Ratusan warga Gunungkatun Malay - Gunungkatun Tan jungan kemudian mereka melanjutkan aksi ke Pemkab Tulangbawang (Tuba).
Kedatangan masyarakat Kampung Gunung Katun Malay dan Gunung Katun Tanjungan sekitar pukul 16.00 disambut langsung Bupati Tulangbawang Dr. Hi. Abdulrachman Sarbini di ruang rapatnya. Kedatangan masyarakat di Pemkab Tuba tidak lain meminta bantuan agar sengketa lahan mereka dengan PT.Umas Jaya Agrotama (UJA) dapat segera diselesaikan secepatnya
Pemkab Tuba sendiri menyatakan siap membantu penyelesaian persoalan warga Gunungkatun Malay - Gunungkatun Tanjungan dengan perusahaan Umas Jaya ini.
Bupati Tuba Abdurachman Sarbini mengatakan pemkab Tuba akan menindak lanjuti keluhan masyarakat Gunung Katun Malai dan Gunung Katun Tanjungan dengan PT. UJ.
” Pemkab Tuba akan memanggil PT. UJA, DPRD Tuba Barat, Pj. Bupati Tuba Barat dan DPRD Tuba tanggal 18 Oktober 2010 untuk duduk satu meja agar dapat membahas sengeta lahan itu,” jelas Mance panggilan akrabnya.
Pemanggila itu untuk memediasi sengketa lahan antara masyarakat dengan PT. UJ. Sebagai mana tujuan masyarakat Gunung Katun Malay dan Gunung Katun Tanjungan dengan sengaja mendatangi Pemkab Tuba untuk meminta bantuan agar dapat membantu segera menyelesaikan sengketa lahan seluas 1.100 ha.
“ Kita sambut baik permintaan masyarakat untuk meminta bantuan dengan Kabupaten Induk. Meskipun Kabupaten Tuba Barat telah berdiri sebagai Kabupaten Baru. Untuk itu, kita jadwalkan tanggal 18 Oktober 2010 mendatang untuk memanggil pihak – pihak yang bersangkutan, baik PJ. Bupati, DPRD Tuba Barat, PT. UJ dan masyarakat yang intinya untuk menyelesaikan sengketa lahan itu,” tukasnya. (rnn)

Soal Lahan Eks PT. Sahang, Warga Tiga Kampung Rapat Akbar


PADANGRATU--Sekitar lima ratusan warga Kampung Sendangayu, Kampung Surabaya, dan Kampung Padangratu, Kecamatan Padangratu, Sabtu (30/10), menghadiri rapat akbar yang difasilitasi oleh Komite Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratis (KPW PRD) Provinsi Lampung. Itu terkait penyelesaian lahan eks PT Sahang Bandarlampung.

Mewakili Ketua KPW PDR Lampung Dewa Putu Adi Wibawa, Biro Administrasi dan Organisasi KPW PRD Lampung Ahmad Muslimin, menyampaikan bahwa agenda rapat akbar yang digelar di balai Kampung Sendangayu, Kecamatan Padangratu, adalah untuk persiapan pengambilalihan lahan rakyat yang dirampas oleh PT Sahang Bandarlampung/PT Lambang Jaya yang kini ditanami kelapa sawit oleh perusahaan tersebut sejak 2 tahun lalu.









Ahmad Muslimin mengatakan, saat pihaknya melakukan aksi bersama warga setempat di Kanwil BPN Provinsi Lampung, Bupati Lampung Tengah telah menerbitkan SK pencabutan ijin tanam pada lahan eks PT Sahang Bandarlampung dan SK tidak memperpanjang HGU kepada PT Sahang/PT Lambang Jaya.

Hal itu yang mendasari pihaknya menggelar rapat akbar bersama warga tiga kampung yang merasa memiliki lahan eks PT Sahang tersebut untuk diambil kembali. Karena lahan mereka selama ini dirampas oleh PT Sahang/ PT Lambang Jaya.

Masih dikatakan Ahmad Muslimin, pihaknya diminta warga dari 3 kampung untuk memfasilitasi, mendampingi, dan mengadvokasi dalam rangka mendapatkan kembali hak miliknya yang selama ini diambil oleh PT Sahang/PT Lambang Jaya.

Pihaknya juga akan melakukan upaya dalam rangka membantu masyarakat setempat untuk mendapatkan kembali hak miliknya tersebut. PRD juga menilai ada mafia hukum dalam persoalan tersebut dan pihaknya mensinyalir ada oknum aparatur pemerintah baik sipil maupun militer yang mem-backing persoalan tersebut.

Selain itu, masih kata Ahamad Muslimin, dalam agenda rapat tersebut dibahas penentuan titik penanaman lahan yang akan dilakukan oleh masyarakat, lalu titik pendirian posko dan pemasangan portal di Kampung Sendangayu dan Surabaya. Warga dari 3 kampung tersebut terutama yang memiliki lahan eks PT Sahang, akan menduduki dan menanami lahan tersebut mulai 6 November 2010 mendatang.

Dalam kesempatan itu, atas nama KPW PRD Lampung, Ahmad Muslimin mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah termasuk pimpinan yang baru nanti dapat memfasilitasi dan menyelesaikan konflik lahan eks PT Sahang tersebut.

Turut hadir dalam rapat itu, beberapa ormas, antara lain DPW Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), dan Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND).

M. Thaifur (75), salah satu sesepuh asal Kampung Surabaya, mengetahui kronologi tentang status tanah eks PT Sahang tersebut. Kepada Radar Lamteng (Grup Trans Lampung), Thaifur menceritakan bahwa tahun 1970 tanah warga disewa oleh orang Jepang (PT Sahang, Red) dengan kontrak sampai dengan 1995 atau selama 25 tahun. Dalam perjanjian sewa tersebut hak guna usaha (HGU) tanah akan digunakan menanam sahang (lada). Namun pada kenyataannya ditanami singkong dan jagung.

"Setelah batas waktu sewa habis, perusahaan tidak juga menyerahkan kepada kami. Justru tanah kami malah ditanami kelapa sawit dan tanpa kesepakatan. Selain itu, tanpa sepengetahuan kami perusahaan telah memperpanjang HGU sampai dengan 2008, dan ketika tahun 1984 sampai 2008 telah dikeluarkan HGU fiktif. Sejak 2008 justru lahan tersebut ditanami kelapa sawit atas nama PT Lambang Jaya," ujar Thaifur.

Sementara Kepala Kampung Sendangayu Sutarjo mengatakan, warga akan terus memperjuangkan dan mempertahankan tanah hak miliknya. Mereka akan terus berupaya sampai haknya dipenuhi. Oleh karenanya, dia juga turut mendukung apa yang menjadi keinginan warga untuk mengambil hak milik yang selama ini dirampas oleh PT Sahang Bandarlampung/PT Lambang Jaya. (rnn/sa)

Bandar Lampung : SBY Dianggap Gagal Sejahterakan Rakyat


BANDAR LAMPUNG - Selama setahun terakhir ini, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono dianggap gagal mensejahterakan rakyat. Kritik ini mengemuka di dalam serangkaian unjuk rasa, salah satunya di Bandar Lampung, Rabu (20/10/2010).

Di Bandar Lampung, unjuk rasa mengkritisi satu tahun pemerintahan SBY Boediono ini dilakukan sejumlah elemen mahasiswa. Di antaranya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung dan Aliansi Rakyat Lampung (LMND Lampung, HMI Bandar Lampung, IMM Lampung, GMKI Bandar Lampung, SRMI Lampung, PRD Bandar Lampung, PMII Bandar Lamnpung). Unjuk rasa dipusatkan di Tugu Adipura, Bandar Lampung.

Pengunjuk rasa menyoroti persoalan-persoalan kongkrit, misalnya menjaga kestabilan harga bahan pokok, yang gagal dilakukan pemerintah selama setahun terakhir ini.

"Sejumlah kebijakan yang dijalankan tidak sesuai tujuan kemaslahatan rakyat," ujar :Fadli Mihardi ( Aliansi Rakyat Lampung ).

Mereka juga menilai, Kabinet Indonesia Jilid II kurang efektif dan terlampau gemuk, apalagi ditambah adanya posisi wakil menteri. Hal ini justru hanya membebani anggaran APBN untuk birokrasi.

BEM Unila secara khusus juga ikut menyoroti kinerja Boediono yang dianggap sangat lemah. Hal ini sangat kontras dengan pemerintahan sebelumnya.

Mahasiswa juga mengungkit kembali soal kasus Century. Mereka memintas skandal yang merugikan negara triliunan rupiah itu diungkap tuntas.

Lambatnya penuntasan hukum kasus-kasus besar seperti skandal Bank Century mereka gambarkan dalam keranda mayat sebagai simbol matinya hukum.

Keranda ini kemudian dibakar pengunjuk rasa. Aksi yang diikuti sekitar 150 orang ini secara umum berjalan lancar tanpa aksi anarkis.

Secara terpisah, Kepala Polda Lampung Brigjen Pol Sulistyo Ishak mengatakan, aksi massa peringatan satu tahun pemerintahan SBY Boediono di Lampung berjalan tertib dan lancar.

Kamis, 25 November 2010

PT Sahang Kelola Lahan Lebihi HGU

Senin, 22 November 2010 | 02:42:52
PADANG RATU, KL

Lahan eks PT.Sahang Bandar Lampung yang masih menjadi sengketa dengan warga, ternyata luasnya melebihi HGU (Hak Guna Usaha). Ketentuan HGU adalah 238 hektar lahan yang harus di kelola PT.Sahang, setelah di ukur oleh warga ternyata lahan yang di kelola PT. Sahang mencapai 492 hektar.

Menurut Lamen, sekretaris Tim Advokasi warga Kampung Sendang Ayu, Surabaya dan Padang Ratu lampung Tengah, hasil ukur manual yang dilakukan masyarakat, lahan tersebut seluas 492 Hektar. Pengukuran tersebut dilakukan sesuai dengan patok yang tertera dalam peta tahun 1984.

"Pengukuran yang kami lakukan beberapa hari yang lalu itu ada sekitar empat patok asli zaman Jepang dan masih digunakan pada pengukuran Hak Guna Usaha (HGU) tahun 1984 yang sengaja tidak diukur karena alasan tidak masuk HGU," terang Lamen.

Lamen menambahkan, padahal sangat jelas peta tahun 1984 itu menunjukkan bahwa basis titik koordinat dari pengkuran adalah patok yang berbentuk tugu berbahan semen tersebut. Pengukuran yang disaksikan perwaklan perusahaan dan pamong desa tersebut juga ditemukan bahwa lahan tersebut sudah menyempit kurang lebih 244,7 hektar. "Apalagi jika diukur sesuai dengan patok Jepang yang masih digunakan sebagai titik koordinat pembuatan HGU tahun 1984 bisa-bisa benar adanya sekitar 500 hektar," ungkap Lamen lagi.

Untuk itu kata Lamen, pihaknya bersama warga akan terus menelusuri kasus ini karena mereka menginginkan tanah tersebut dikembalikan kepada petani. Selain peta, alasan dasar yang menguatkan bahwa lahan tersebut memang dirampas adalah adanya segel hak milik dan akta jual beli di dalam areal HGU yang konon tidak berhasil direbut oleh perusahaan. " Ada juga beberapa sumur milik warga yang sampai saat ini masih berfungsi di areal yang dikuasai PT Sahang itu," pungkas Lamen.

Sebelumnya perwakilan warga bertemu dengan kuasa Direktur PT Lambang Sawit Perkasa (yang mengakuisisi saham PT Sahang Bandarlampung) Tigor Silitonga. Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak menyepakati beberapa hal, di antaranya, melakukan pengukuran ulang lahan HGU seluas 238 hektare itu. Jika luas lahan HGU itu lebih dari 238 hektare, kelebihannya bukan menjadi hak PT Sahang. Melainkan menjadi hak warga tiga kampung. (Ndo/D1)

Senin, 04 Oktober 2010

Jangan Lupakan Tragedi UBL Berdarah !!

Oleh : Saddam Cahyo**

Tahun ini genap 11 tahun masyarakat Lampung kembali melewatkan momentum sejarah gerakan massanya yang terbesar sepanjang reformasi di tegakkan di negeri ini. Dalam suasana euforia kemenangan reformasi, bangsa kita menghadapi babak baru, dimana era keterbukaan mulai di usung, tak luput masyarakat Lampung yang juga berpartisipasi aktif dalam proses sebelumnya.

Gerakan rakyat di Lampung kala itu bisa dikatakan sangat solid, karena masyarakat yang dipelopori gerakan intelektual mahasiswa mulai menyadari pentingnya mengorganisir diri dan memperjuangkan hak hidup bersama, termasuk dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Tidak hanya di Lampung, lompatan kualitas kesadaran masyarakat akan pentingnya menegakkan demokrasi juga bermunculan di seluruh pelosok negeri, begitupun berbagai reaksi massa untuk menyuarakan pendapatnya di muka umum telah menjadi budaya positif yang baru.

28 September 1999, gerakan rakyat di Lampung kembali melakukan gejolak perlawanan untuk menolak kebijakan Pemerintah Gusdur yang berupa RUU PKB atau Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya untuk menanggulangi berbagai gejolak sosial pasca reformasi di berbagai daerah. UU ini dinilai oleh rakyat Indonesia yang baru terlepas dari belenggu tekanan otoritarian militer sebagai bentuk legitimasi penindasan gaya baru oleh militer terhadap masyarakat sipil yang sekedar bergejolak menyuarakan aspirasinya.

Gerakan ini sesungguhnya merupakan klimaks persatuan perjuangan rakyat Lampung, di lihat dari kuantitas massa aksi yang mencapai ribuan orang dari berbagai elemen dan kualitas tuntutan serta teknis aksi yang sistematis, namun sangat disayangkan karena gerakan ini justru berubah menjadi Tragedi pelanggaran HAM terbesar dalam periode reformasi di tanah Lampung ini.

Ribuan massa aksi yang datang berangsur-angsur melakukan longmarch menyuarakan aspirasi justru di pukul mundur dan di bubar paksakan oleh aparat TNI yang bersiaga di depan kampus UBL. Tak hanya itu, penyalah gunaan wewenang pun dilakukan aparat TNI yang menerobos kampus UBL mengejar demonstran sambil melakukan pemukulan dan pengerusakan fasilitas kampus.

Tragedi ini pun akhirnya merenggut dua nyawa aktivis mahasiswa Unila, Yusuf Rizal sebagai massa aksi yang ditembak mati di tempat dan Saidatul Fitria aktivis Pers Mahasiswa yang kepalanya di popor senapan saat sedang melakukan kerja jurnalistik serta ratusan orang lainnya luka-luka. Begitu kompleksnya dampak tragedi UBL berdarah ini, dan dapat kita kerucut kan sebagai bentuk nyata potensi kekejaman militerisme terhadap massa rakyat yang menghendaki demokrasi.

Berangkat dari ini, sewajarnya kita sebagai mahasiswa harus menjadi pelopor perubahan, Mengingat pelanggaran HAM di negeri ini belum pernah dihentikan melainkan terus berlangsung dengan ”cara baru” yang lebih di legitimasi pemerintah. Tak hanya memperingati tragedi puncak ini sebagai ceremonial tahunan belaka, tetapi menjadikannya sebagai momentum penguatan tekad anti penindasan antar manusia serta penguatan desakan sosial dari masyarakat akan realisasi program-program kampanye pemerintah yang selalu menjanjikan pengusutan dan penghentian segala bentuk pelanggaran HAM bukan sekedar wacana pencitraan pendongkrak popularitas politik saja.
** Mahasiswa sosiologi FISIP Unila
Sekeretaris LMND Ekskot Bandar Lampung

Sabtu, 02 Oktober 2010

11 tahun Tragedi UBL Berdarah


UBL Peringati Tragedi 28 September

Sejumlah aparat kepolisian dari Polresta Bandar Lampung, disiagakan untuk menertibkan jalannya aksi tersebut. Tepat 11 tahun propinsi lampung menadapat catatan tragedi pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat militer terhadap masyarakat tak bersenjata.

Tanggal 28 September 1999 Muhammad Yusuf Rizal, seorang Mahasiswa jurusan FISIP salah satu Universitas di Lampung angkatan 1997, yang pada waktu itu turut ambil dalam aksi penolakan pembentukan Rancangan Undang-Undang Penaggulangan Keadaan Berbahaya (RUUPKB), meninggal dunia dengan luka tembak di dadanya tembus hingga ke belakang, dan juga sebutir peluru yang menembus lehernya. Ia tertembak di depan markas Koramil Kedaton, Lampung. Puluhan mahasiswa lainnya terluka sehingga harus dirawat di rumah sakit. Beberapa hari kemudian Saidatul Fitriah, yang juga salah seorang Mahasiswa dari salah satu Perguruan Tinggi di Lampung, yang juga menjadi korban kekerasan aparat, yang akhirnya meninggal dunia juga.

Banyaknya korban disebabkan kampus Universitas Bandar Lampung (UBL) dimasuki oleh aparat keamanan baik yang mengenakan berseragam maupun yang tidak berseragam, para aparat keamanan tersebut melepaskan tembakan saat mahasiswa melakukan demonstrasi yang menentang RUU PKB pada tanggal 28 September 1999 tersebut. Aparat juga melakukan pengejaran dan pemukulan terhadap beberapa mahasiswa. Selain itu aparat juga melakukan perusakan di dalam kampus UBL, yaitu berupa gedung kampus, kendaraan roda dua dan roda empat. Tindakan anarkis aparat ini sungguh menakutkan para mahasiswa maupun dosen di UBL, sehingga kampus Universitas Bandar lampung (UBL) harus diliburkan untuk beberapa hari.

Atas dasar kesadaran dan pentingnya penegakan HAM yang adil di tanah air, Komite 28 September yang dimotori oleh berbagai elemen Intelektual Progresif menuntut:

1. Usut tuntas Tragedi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat UBL berdarah.

2. Hentikan praktek pelanggaran Hak Asasi Manusia.

3. Bangun tugu peringatan Tragedi pelanggaran HAM berat UBL berdarah.

Komite 28 September ( LMND, HMI, IMM, PMII, PMKRI, TEKNOKRA UNILA, UKMBS UBL, UKM MAPALA UBL, SRMI, PRD Lampung)

Peringati HARI TANI


BANDARLAMPUNG - Sedikitnya 11 elemen masyarakat memperingati Hari Tani Nasional dan setengah abad berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang jatuh pada tanggal 24 September dengan aksi unjuk rasa di Bundaran Tugu Adipura, Bandarlampung, kemarin (24/9). Menurut koordinator aksi, Rifky, aksi yang dimulai sekitar pukul 08.30 WIB ini bertujuan mendesak pemerintah melakukan perubahan mendasar terhadap penguasaan, kepemilikan, dan pemanfaatan tanah di Indonesia, khususnya Provinsi Lampung, yang selama ini dianggap tidak memihak rakyat kecil.

’’Ketidakadilan ini dibuktikan dengan adanya praktik monopoli, penguasaan, dan pemanfaatan lahan yang begitu luas oleh pengusaha asing maupun domestik. Sedangkan di sisi lain, rakyat jelata hanya sedikit yang menikmati,” kata Rifky dalam orasinya.

Dia mencontohkan kasus di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Taman Nasional Bukit Barisan, dan kawasan hutan lainnya, di mana warga terancam terusir dari tanah garapannya.

’’Saya yakin jika UUPA dilaksanakan dengan baik, maka semua rakyat Indonesia akan sejahtera,” tegasnya.

Dalam aksi tersebut, massa menuntut tujuh hal pokok. Di antaranya mendesak negara untuk melaksanakan UUPA dengan mencabut kebijakan yang bertentangan dengan UU tersebut. Kemudian menuntut pemerintah untuk melakukan distribusi dan redistribusi tanah serta lahan pertanian kepada rakyat kecil, mendesak pemerintah untuk memberikan kemudahan untuk pemenuhan sarana produksi pertanian, menjamin harga produk pertanian, menjamin hak berorganisasi bagi petani dan melindungi tanah-tanah pertanian.

Selain itu, mereka juga menuntut negara untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada petani untuk menguasai dan mengelola hutan secara lestari.

”Jadi kami menolak mekanisme kompensasi karbon, sebab dengan demikian, maka para petani yang ada di kawasan hutan akan tergusur,” tukas Rifky.

Tak hanya itu, gabungan demonstran ini juga meminta kepada negara untuk menyediakan lahan untuk kepentingan publik, berupa ruang terbuka hijau, lahan untuk pendidikan dan tempat bermain anak, lahan untuk sector informal dan untuk perumahan rakyat miskin.

Juga menuntut negara untuk menyelesaikan konflik agraria secara adil berdasar asas perlindungan kepentingan untuk melindungi sector produksi agraris berbasis petani, serta menuntut negara untuk melindungi jalur tangkap dan kondisi perairan Indonesia untuk kesejahteraan nelayan dan petani.

Terpisah, massa yang tergabung dalam Aliansi Parlemen Jalanan (APJ) Lampung juga menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Lampung kemarin.

Demo yang di koordinator oleh Lamen Hendra Saputra tersebut di mulai pukul 10.00 WIB. Serupa, APJ juga menilai lebih dari 175 juta hektar lahan potensial telah dikuasai pihak asing.

Dalam orasinya Lamen membeberkan konflik lahan seluas 238 Ha milik masyarakat di 3 kecamatan di Lampung tengah dengan Ex PT Sahang Bandarlampung, sengketa lahan masyarakat di 2 desa di Tulang bawang barat dengan PT Umas Jata Agro. Para pendemo yang tidak berhasil bertemu dengan anggota dewan akhirnya menuju ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandarlampung dan mengakhiri aksi tersebut disana

Jumat, 03 September 2010

demokrasi kita elitis !

Demokrasi kita ‘elitis’ !

Oleh : Saddam Cahyo*

Gema riuh pesta demokrasi sangat terasa di berbagai daerah di Indonesia, nyaris di setiap pulau-pulau besar negeri kita diwarnai semangat demokrasi yang serupa saat ini. Tak luput, mata kita disuguhkan suasana kota maupun desa yang ramai dengan berbagai atribut kampanye, meski terkadang sangat meresahkan dan menambah kesemrawutan Kota, hal ini kerap tidak dihiraukan.

Mekanisme pemilihan langsung yang sudah kita nikmati sejak 2004 memang merupakan sebuah lonjakan kualitatif bagi pembangunan demokrasi di Negara kita. Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu Negara paling demokratis di Asia Tenggara, tentu ini sebuah kebanggan bagi bangsa kita yang punya pengalaman pahit puluhan tahun tertekan dalam iklim otoriter sebelumnya.

Sebuah kebanggaan seperti ini terasa di berbagai sector masyarakat, tidak hanya mahasiswa yang selama satu dasawarsa terakhir terus-terusan menyuarakan euphoria generasi sebelumnya yang berhasil mendobrak system, tetapi juga masyarakat umum yang tampak lebih antusias dan memiliki banyak ragam respon yang mereka tunjukkan.

Hampir setiap tahun selalu ada pemilukada yang dilaksanakan, belum lagi ditambah pemilu nasional maupun tingkatan RT/RW. Seakan masyarakat kita sedang sangat menikmati budaya demokrasi hingga semua hal yang berkaitan dengan pemilihan harus melalui mekanisme yang serupa. Bisa dikatakan semangat ini merupakan bukti telah berkembangnya kesadaran masyarakat akan diperlukannya keterbukaan dalam suatu system pemerintahan.

Semangat awal membangun demokrasi

Pasca reformasi, masyarakat memiliki peluang lebih terbuka untuk mendapatkan informasi dan pendidikan politik. Cita-cita kesejahteraan umum melalui demokrasi terus menerus kita usahakan, berbagai diskursus dan perdebatan pun terus bermunculan sebagai bukti banyaknya respon masyarakat dalam menilai tahapan-tahapan apa saja yang baik dan sesuai diterapkan di negara ini.

Saya teringat dengan berbagai diskursus yang muncul sebelum pemilu 2004 lalu, perdebatan itu terkait mekanisme pemilihan langsung. Perdebatan yang muncul adalah perkiraan dampak baik dan buruknya mekanisme pemilihan langsung, ada yang berpendapat mekanisme ini akan membawa pengaruh buruk bagi pembangunan demokrasi karena masyarakat kita belum sadar seutuhnya akan nilai – nilai demokrasi yang perlu ditanamkan, namun lebih dominan masyarakat yang berpendapat mekanisme ini sangatlah baik dan harus sesegera mungkin diterapkan.

Sebuah pendapat yang akhirnya diyakini oleh perdebatan tadi sebagai jawaban bersama pun muncul, mekanisme pemilihan pemimpin secara langsung mulai diterapkan diseluruh daerah. Pemilukada dianggap sebagai upaya mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya, masyarakat di setiap daerah berhak memilih dan dipilih langsung untuk menentukan pemimpinnya sendiri, mekanisme ini disebut-sebut sebagai bentuk dari system demokrasi partisipatoris yang akan dikembangkan di Indonesia.

Otonomi daerah juga mulai dimaknai sebagai bentuk perimbangan antara pemerintah daerah dengan pusat dengan pola koordinasi yang konstruktif. Pemilukada banyak memberikan perubahan dalam masyarakat kita saat ini, banyak aspek yang terbantu perkembangannya melalui momentum ini, seperti peningkatan distribusi perekonomian daerah, pencerdasan politik masyarakat, terbangunnya budaya demokratis, dan sebagainya atas nama demokrasi, desentralisasi dan integrasi.

Demokrasi kita

Kalau merujuk pada semangat di awal, tidak ada yang salah dari pembangunan demokrasi di Negara kita ini. Begitu apiknya pemilihan presiden dilaksanakan sesuai harapan, di setiap daerah pemimpin selalu dipilih melalui pemilihan langsung, begitupun para wakil rakyat di legislatif, bahkan kepala desa pun dipilih secara langsung.

Seluruh cita-cita kesejahteraan yang akan terdistribusi dengan baik di Negara kepulauan seperti Indonesia memang harus di topang oleh system demokrasi yang tepat dan kokoh untuk mengantisipasi dampak buruk dari pola desentralisasi yang sedang diterapkan. Namun kita sebagai masyarakat, harus pula mengambil peranan dalam setiap tahapan yang dilakukan.

Kita perlu mengenali bentuk demokrasi macam apa yang kita tumbuh kembangkan ini, harus didukung pula dengan berbagai kritik yang konstruktif dari masyarakat luas. Pemilukada yang selama ini kita anggap sebagai bentuk perwujudan demokrasi partisipatoris harus mendapat evaluasi kritis dari rakyat.

Tidak bisa dipungkiri, pemilukada justru membangun budaya baru yang kurang baik dari segi kedewasaan berdemokrasi dalam masyarakat, mengapa demikian ? karena kita masih menerapkan pola demokrasi yang elitis, dimana rakyat hanyalah objek yang mudah dimanfaatkan oleh kepentingan segelintir orang untuk berebut kekuasaan.

Ada yang mengatakan demokrasi kita hanyalah topeng dari transformasi system feodal dimana hanya segolongan individu yang memiliki status social tertentu saja yang punya akses mengecap demokrasi dan memenuhi hak politiknya melalui mekanisme Pemilu. ter lalu kasar memang, namun pernyataan ini perlu jadi perhatian bersama.

Demokrasi partisipatoris yang dulu dijadikan legitimasi rezim untuk menerapkan mekanisme pemilihan langsung, setidaknya memiliki beberapa ciri, yakni ; mengutamakan partisipasi public yang luas dan terbuka, termasuk pengontrolan terhadap pemerintah melalui berbagai bentuk asosiasi komunitas local, saluran aspirasi rakyat tidak hanya melalui parlemen dan partai, partai politik sangat mengakar dan memiliki kedekatan ideologis dengan basis massa yang terorganisir, terpusat pada system, memiliki parlemen yang kokoh dihadapan eksekutif, masyarakat kaya informasi dan menjadi pemilih yang rasional, kebebasan dari rasa takut ( David Held, 1995 ).

Apakah demokrasi kita saat ini sudah mencerminkan ciri-ciri di atas? Tentu dengan dahi mengkerut kita akan mengatakan tidak samasekali. Setidaknya ini menjadi tolok ukur bagi kita untuk jujur mengatakan demokrasi yang kita ciptakan adalah demokrasi elitis yang jauh dari cita-cita awalnya.

Pada Propnisi Lampung saja, kita dapat melihat eksistensi ‘elit’ dalam birokrasi dan politik daerah. Dalam sistem seperti ini kita memang hanya menjadi pion catur yang selalu dikorbankan. Melihat pemilukada di 6 Kota/Kabupaten di Propinsi Lampung tahun 2010 ini, sangat kental nuansa elitisnya, tampak dari calon-calon pemimpin yang bermunculan, sudah dapat kita perkirakan hanya kandidat incumbent, kerabat pejabat atau pengusaha yang mampu membeli perahu politik. Dimana posisi rakyat di luar golongan itu ? tentu hanya menjadi sekumpulan massa yang tercecer dan dimobilisir untuk kepentingan penggemukan suara saja.


* Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila
Saat ini aktif sebagai sekretaris LMND Kota Bandar Lampung

Rabu, 01 September 2010

aksi solidaritas untuk warga kuala kambas


Rabu, 1 September 2010
Tragedi kemanusiaan telah terjadi di Provinsi Lampung, tragedi tersebut menimpa warga Kualakambas dan Kualasekapuk yang lokasinya masih berada di wilayah Taman Nasional Way Kambas (TNWK). 30 rumah di Kualakambas di bumihanguskan pada Kamis (15/7), kemudian pada Sabtu (17/7) 170 rumah kembali dibumihanguskan oleh aparat kepolisian kehutanan (polhut) yang dibantu oleh aparat kepolisian.
Mereka yang menjadi korban telah dirampas hak-haknya oleh Negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Lampung Timur dan Pemerintah Povinsi Lampung yang seharusnya bertugas mensejahterakan rakyat bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak. Hal ini semakin menunjukkan kepada rakyat Indonesia, bahwa kita adalah penganut system NEOLIBERALISME, dimana system ini tidak akan pernah mengeluarkan kebijakan yang Pro terhadap rakyat Neoliberalisme juga tidak punya kepentingan untuk pembangunan sosial dan pengembangan kapasitas produktif individu.
Pemerintah Kabupaten Lampung Timur bersama Pemerintah Provinsi lampung harus bertanggung jawab dan memberikan solusi yang tepat dan cepat terhadap mereka yang menjadi korban penggusuran dengan pembakaran. Mereka warga negera Indonesia yang memiliki hak serta di lindungi oleh Undang Undang, Masyarakat mengalami ketidakpastian kelangsungan hidup mereka. Warga sudah kehilangan rumah dan pekerjaan. Padahal keberadaan kampung nelayan Kuala Kambas dan Kuala Sekapuk bukanlah baru. Nelayan dari berbagai penjuru Indonesia telah sejak belasan tahun datang dan menetap di sana. Aparat Polhut yang biasa berpatroli, sudah tahu sejak awal ada cikal bakal permukiman nelayan, tetapi tidak segera menertibkannya.
Dan sekarang hal pokok yang harus segera di jawab adalah pengadaan resettlement (permukiman baru) serta bantuan kebutuhan pangan, pakaian serta jaminan kesehatan dan lainnya bagi para nelayan yang sekarang hidup menderita. Pemerintah mesti segera menyediakannya. Itu sebagai konsekuensi dari perintah konstitusi bahwa orang-orang telantar dipelihara negara. Karna nasib manusia jelas lebih penting dibanding soal-soal pelestarian alam. Sebab, manusia justru menjadi alasan mengapa lingkungan hidup perlu dilestarikan. Apakah Pemerintah sudah lupa akan keberadaan mereka di mana selama ini mereka hanya di gunakan sebagai alat pemenangan dalam Pemilu saja, nampaknya anggota DPRD Lampung Timur lupa akan Konstituennya.
Berdasarkan Kondisi Obyektif diatas dan bersamaan dengan bulan yang suci ini kami mengajak Bapak/Ibu/Sdr/I berbagi antar sesama dengan memberikan bantuan kepada saudara kita yang telah menjadi korban penggusuran, Karna apabila pemerintah sudah tidak peduli lagi akan nasib mereka maka kita sebagai rakyat yang sadar harus bahu membahu untuk melepaskan penderitaan mereka, cukup sudah kita melihat dan mendengar jerit tangis mereka dalam kelaparan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kita sendiri.
Bantuan anda dapat di salurkan juga di : Posko SOLIDARITAS UNTUK KORBAN TNWK
Jl. Teuku Umar Gg. Kancil No. 10 Kel. Sidodadi, Kec. Kedataon Bandar Lampung ( Sekre EW-LMND LAmpung) 081272405000 (Bondan), 085768210866 (Netty), 081227959678 (Praja), 085840446777 (Ahmad), 081539938198 (Purnomo), 085269890872 (Aji), 085758212009 (Isnan)

PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESA (PMKRI),
FRONT MAHASISWA NASIONAL (FMN), PARTAI RAKYAT DEMOKRATIK (PRD),
ALIANSI GERAKAN REFORMA AGRARIA (AGRA), SERIKAT RAKYAT MISKIN INDONESIA (SRMI), HIMPUNAN MASYARAKAT UNTUK KEMANUSIAAN DAN KEADILAN (HUMANIKA),
LIGA MAHASISWA NASIONAL Untuk DEMOKRASI (LMND),
GERAKAN RAKYAT INDONESIA LAMPUNG (GRI), PAYANG LAMPUNG

Selasa, 31 Agustus 2010

Para Aktifis Merah

oleh : Fuad Senja Kurniawan

Satu Nusantaraku

bersama kalian para Revlusioner Muda

Satu jiwaku

Bersama Merah Jiwa yang membara

dalam Asa menggapai cita

menuju Kembali Kejayaan Indoensia

Merah darahku, Membakar Semangat

Jiwa- jiwa yang rindu akan perubahan

Kita sadari tak mudah menumbangkan Tirani

Di Negeri Ini Namun yakinlah kemenangan Kita ada di depan mata

Dan Itu Kita Lakukan bersama

Kalian Para Aktifis Merah

MERAH Merona

Jiwa membara

Bendera Kita Bendera Merah Tangan kiri terkepal

Empat Gerigi tanda kekuatan

Minggu, 29 Agustus 2010

Puisi-Puisi Dominggus Oktavianus



Minggu, 29 Agustus 2010 | 20:54 WIB

Suluh

Di Gerbang Pabrik

kemari, kawan!
ini pabrik kita yang punya
delapan jam bekerja—setengah jam kita dibayar
berpuluh tahun begitu saja

di sini, kawan!
di gerbang pabrik kita tanggal gentar yang mengeram
dapat SP atau PHK mungkin-mungkin saja
aparat dan preman menghajar, bisa-bisa saja

karena ini memang zaman susah
tapi tak lawan kawan tambah susah

kemari, kawan!
sebelum pabrik ini membangkai
lalu kita melapuk dalam kubang gulita tanpa kerja
kau pasti tak ingin pulang,
tanah di desa sudah habis terjual

dari sini, kawan!
di gerbang pabrik kita berkumpul
presiden atau orang DPR tak akan menjemput
mereka sedang hitung BBM naik tahun depan
hanya aparat yang selalu menunggu
tapi sekali mengayun langkah
mau di senayan ataupun gambir
kita mesti bertempur!

(Jakarta, 28 Desember 2005)

Negeri Tentara,,

Oleh : Saddam Tjahyo**

Bicara perkembangan sejarah Negara Indonesia berarti juga bicara soal militernya. Tidak dipungkiri, peran militer maupun sipil bersenjata dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sebuah bangsa memang sangat vital. Saya jadi tersenyum mengingat karikatur rubrik opini Lampost edisi 26 Juni lalu yang menggambarkan sosok seorang TNI berwajah pucat yang berteriak siap terjun dengan parasut menuju sebuah kotak suara bertuliskan Pemilu 2014.

Wacana yang digulirkan Presiden SBY di Istana Cipanas pertengahan Juni lalu memang menambah polemik dalam masyarakat. SBY meminta Panglima TNI mempelajari kemungkinan dikembalikannya hak pilih TNI/Polri dalam Pemilu 2014 mendatang. Sangat kontroversial memang pernyataan SBY ditengah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap seluruh lembaga terkait penegakan hukum seperti ini, tak terkecuali TNI.

Militer di Indonesia memiliki sejarah yang fenomenal. Era Soekarno militer mengalami beberapa kali reformasi internal dengan deretan gejolak konflik dan intrik di dalamnya, Era Soeharto selama tiga dasawarsa lebih militer memiliki peran yang sangat strategis bagi hajat hidup rakyat Indonesia. Atas nama demokrasi, militer Indonesia diberi hak lebih spesial dari warga negara yang lain, yakni dwifungsi ABRI fungsi pertahanan dan keamanan serta fungsi politik yang sangat dominan dalam masyarakat. Era Reformasi, TNI diasingkan dari dunia politik dan dikembalikan ke baraknya.

Pengaruh Pemerintahan Soeharto dengan nuansa militeristiknya selama 32 tahun itu memang sangat mengakar dalam kultur masyarakat kita. Banyak masyarakat kita yang bangga memiliki famili militer, memajang foto militer berseragam di ruang tamu atau toko, menggunakan atribut dan aksesoris militer dalam keseharian, dan sebagainya seolah hal ini sudah menjadi kultur lumrah yang merasa terangkat harkatnya bila berperilaku seperti itu, tidak salah memang.

Kini dua belas tahun lebih menghirup demokrasi yang lebih baik, kita masih belum dapat melepas akulturasi budaya militeristik yang terbentuk selama 3 generasi sebelumnya. Membicarakan militer memang kerap dianggap tabu diungkapkan dalam realitas politik Indonesia karena resikonya diannggap besar bila berurusan dengan mereka. Apakah negara ini negerinya tentara ? tentu kita tidak bisa mengiyakan begitu saja. Militer memang tidak lagi tampak berkuasa dominan, tetapi bila kita cermati, peran militer dalam sistem politik dalam negeri sangatlah kental namun tercover dengan apik. Dari presiden, jajaran birokrasi, anggota parlemen hingga kepala daerah masih diwarnai oleh purnawirawan militer dengan karakternya.

Sebagai warganegara, militer memang semestinya memiliki hak politik yang sama dengan masyarakat lainnya. Dalam relasi hubungan negara dan warga negara demokrasi hak politik tidaklah boleh diskriminatif karena merupakan hak asasinya sebagai manusia. Untuk itu wacana pemulihan hak politik militer tidaklah menyimpang. Namun kita tidak bisa begitu saja menyepakati kebijakan pemulihan suara TNI/Polri pada pemilu 2014 nanti. Perlu dikaji serius karena ini sangatlah rentan disalah gunakan dan memiliki potensi buruk bagi perkembangan demokrasi di negeri ini. Mengingat catatan sejarah buruk ketika negara memberi hak memiliki senjata sekaligus berkuasa pada warga negaranya dalam berbagai aspek kehidupan.

Belum ditetapkan saja, kebijakan ini sudah mendapat apresiasi berlebihan dari berbagai fraksi di DPR, para politisi sipil itu fasih melogikakan alasannya. Memang tak bisa di pungkiri demokrasi di negara ini mungkin hanya panggung dari konflik kepentingan antar golongan, dan diwarnai dengan pragmatisme politisi sipilnya.

Tidak bisa sesederhana itu melegitimasi kembalinya hak politik spesial militer, kajian serius soal kedewasaan dan kesiapan institusi TNI/Polri untuk kembali terjun dalam jantung politik perlu kita pertanyakan, trake record buruk sebelumnya perlu kita nilai kembali dengan kritis. Bisa dikatakan, kebijakan ini adalah transformasi remiliterisasi di negeri ini, untuk menopang keberhasilan purnawirawan-purnawirawan yang sudah berhasil maupun akan menduduki jabatan publik tertentu kelak.

Setidaknya syarat lazim seperti stabilitas politik, supremasi sipil, infrastruktur politik yang kokoh, dan kematangan politisi sipil agar kuat dari hegemoni politik militer harus terlebih dulu di bangun. Selain itu independensi anggota TNI/Polri dalam menggunakan hak politiknya juga perlu dipastikan kokoh dari intervensi kesatuan maupun atasan, mengingat pola militer yang patuh dan disiplin dalam segala hal dan jagoan-jagoan politik saat ini dipenuhi berbagai purnawirawan tinggi.

Pemulihan hak politik militer belumlah menjadi kebutuhan pokok yang harus dibahas sekarang ini, karena sangat rentan menjadi legitimasi remiliterisasi yang sarat kepentingan dan semakin menjauhkan langkah menuju demokrasi yang sejati. Karena negeri ini bukanlah negeri tentara.


** Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila
Sekretaris LMND Eksekutif Kota Bandar Lampung

Sabtu, 28 Agustus 2010

Ramadhan dalam renungan

Ramadhan dalam renungan
Oleh : Saddam Cahyo*
Agustus 2010, begitu banyak momentum yang semestinya dapat kita sambut dengan suka cita dan penuh kebanggaan. Di bulan ini ASEAN merayakan hari jadinya pada tanggal delapan, jutaan anak Indonesia menyambut keberuntungan mereka untuk mengenyam pendidikan tinggi, Negara ini pun bertambah usia, 65 tahun sudah kita disebut merdeka, dan satu momentum yang cukup besar dan berpengaruh bagi masyarakat luas adalah datangnya bulan suci Ramadhan.
Indonesia sejak dulu dikenal sebagai Negara dengan jumlah penduduk beragama islam terbesar di dunia, menakjubkan. Pernyataan itu bukanlah sekedar prediksi atau asumsi, karena memang mayoritas penduduk kita beragama muslim, hal ini yang mendorong besarnya pengaruh Bulan suci Ramadhan dalam kehidupan masyarakat kita.
Sebagaimana amanat dalam agama islam, umat muslim sangatlah berbahagia menyambut datangnya momentum tahunan yang penuh manfaat ini. Begitu banyak faedah, berkah dan manfaat kesehatan maupun mental bagi umat yang menjalankan ibadah puasa. Secara spiritual, manusia mendapat kesempatan lebih untuk mensyukuri nikmat dan berinteraksi dengan Sang pencipta. secara social, puasa mengajarkan umat untuk berperilaku sederhana dan kemampuan pengendalian diri.
Kondisi ideal seperti disebut diatas memang harus kita ciptakan, tetapi kondisi objektif atau realitanya saat ini, rakyat Indonesia memiliki budaya unik yang mungkin perlu kita diskusikan kemudian. Banyak pakar ekonom syariah yang menyatakan, ibadah puasa dalam bulan Ramadhan mendorong menurunnya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.
Yusuf Wibisono dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FE-U menilai, Bulan ramadhan justru mendorong terjadinya consumption transfer/pemerataan konsumsi dari golongan kaya kepada golongan miskin dengan berbagai cara. Logika yang tidak salah memang, namun apakah kondisi di lapangan seperti itu ? banyak pendapat tentunya, namun disini saya mencoba menggambarkan bahwa kenyataan justru terbalik dari logika rasional diatas.
Kompas 8 agustus 2010 mencatat, sekitar 41 % umat muslim Indonesia mempersiapkan anggaran khusus menyambut Ramadhan, itu belum termasuk jumlah keluarga menengah kebawah yang juga terdorong untuk memaksakan diri mempersiapkan anggaran khusus serupa. Hal ini berarti tingkat konsumsi masyarakat secara umum justru melonjak jauh.
Belum lupa ingatan kita akan steatmen Presiden SBY saat raker Kabinet dan gubernur di Bogor yang mengatakan bahwa melonjaknya harga berbagai kebuthan pokok saat puasa hingga lebaran adalah wajar dan dianggap bonus bagi sebagian pedagang. Ya, tidak salah memang pernyataan itu, namun tentu bukan pernyataan macam itu yang kita buthkan, melainkan kebijakan Negara untuk mengendlikan harga pasar dan jaminan kesejahteraan masyarakatnya agar dapat mengoptimalkan esensi ibadah ramadhanlah yang dibutuhkan.
Rakyat Indonesia terus ditumburkan dalam kondisi perekonomian yang merangkak bahkan tergulai lemah sejak kemerdekaanya 65 tahun yang lalu. Pelanggaran HAM, UU SJSN, UU Sisdiknas, UU PMA, Outsourcing, Kemacetan total, Pelayanan umum yang buruk, Kenaikan TDL, Rumah aspirasi, wacana re-denominasi rupiah, biaya Pendidikan dan Kesehatan yang tak ketinggalan melonjak, lapangan kerja minim, dan berbagai problema masyarakat termasuk data resmi BPS yang hanya mencantumkan sekitar 13 % saja warga miskin di Indonesia adalah musibah yang terus kita terima.
Merenungkan Ramadhan tahun ini, kita masih menaruh harapan besar akan munculnya banyak perubahan dalam pembangunan kesejahteraan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Usia senja negeri ini harus kita dorong dengan semangat muda kita agar Indonesia mampu menampakkan kematangannya, bkan justru kerentaan seperti yang kita rasakan saat ini. Bertambahnya generasi intelektual muda dari berbagai kampus ujung Sabang sampai Merauke merupakan cahaya yang mencerahkan harapan tadi, apalagi keseluruhan momentum paradoksal ini terjadi pada masa Bulan suci Ramadhan yang penuh berkah.
Selamat memasuki wahana kawah canradimuka bagi generasi intelektual muda yang baru,,
Selamat menjalankan ibadah suci di Bulan Ramadhan saudaraku !

*Sekretaris LMND Ekskot Bandar Lampung

Jumat, 27 Agustus 2010

SBY Didesak Selamatkan KPK dan Usut Century

Selasa, 10 November 2009 | 20:32 WIB

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com — Peringatan Hari Pahlawan, Selasa (10/11) di Bandar Lampung, diwarnai aksi unjuk rasa gabungan sejumlah mahasiswa Lampung. Mereka menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menyelamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan mengusut tuntas kasus Bank Century.

Unjuk rasa yang menamakan diri Aliansi Parlemen Jalanan (APJ) tersebut, di antaranya, terdiri atas Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bandar Lampung, Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Bandar Lampung, dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Bandar Lampung. Mereka berunjuk rasa di Tugu Adipura setelah berjalan kaki dari Masjid Taqwa yang terletak di ujung utara Jalan Raden Intan.

Ali Akbar, juru bicara aksi, mengatakan, Hari Pahlawan tahun ini ditandai dengan munculnya persekutuan jahat para koruptor yang menghadang upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberantas koruptor, khususnya kasus Bank Century dan korupsi di Departemen Kehutanan, hingga berujung pada kriminalisasi KPK oleh polisi.

Ali mengatakan, seperti yang sudah diberitakan, masyarakat selalu mendesak supaya kasus Century tersebut diungkap oleh KPK. Akan tetapi, pihak kepolisian memilih melakukan tindakan balasan dengan mencegat dua pimpinan KPK (nonaktif), Bibit dan Chandra. Pihak kepolisian mencegat keduanya terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan dan mencabut status cegah khususnya pencegahan terhadap pengusaha Anggoro Widjojo. Tak hanya itu, Mabes Polri juga menuding kedua pimpinan KPK (nonaktif) tersebut menerima suap dan atau memeras pengusaha Anggoro Widjojo.

"Aksi unjuk rasa hari ini dilakukan untuk mengingatkan Presiden SBY mengenai niatnya memberantas korupsi. SBY tidak boleh tebang pilih," ujar Ali.

Ali mengatakan, untuk kasus-kasus tersebut, Presiden SBY harus ingat, masyarakat yang juga merupakan pemilih yang memenangkannya saat pemilihan presiden dan wakil presiden lalu adalah pihak yang paling dirugikan oleh fakta mafia hukum atau peradilan tersebut. Dengan membebaskan Anggodo sama saja membenarkan penderitaan rakyat. Terbongkarnya isi rekaman kriminalisasi KPK semakin menguak kenyataan mafia peradilan di negeri ini sangat kronis.

Oleh karena itu, ujar Ali, dengan semangat pahlawan para pembentuk bangsa, unjuk rasa dilakukan untuk menggalang dukungan baik moral maupun politik kepada KPK. Tujuannya supaya KPK dapat menjalankan tugasnya sebagai satu-satunya lembaga negara yang tersisa untuk memberantas korupsi.

Aksi tersebut sekaligus juga untuk mengingatkan masyarakat dan KPK supaya tidak lengah. Pengungkapan kasus Bank Century harus menjadi prioritas. APJ meyakini, skandal Bank Century adalah pintu masuk utama untuk menggerebek para mafia hukum. "Untuk itu kami mendesak Presiden SBY agar secepatnya mengusut tuntas skandal Bank Century," ujar Ali.

APJ Tolak UU Kelistrikan dan Kenaikan Tarif

Rabu, 18 November 2009
BANDAR LAMPUNG
APJ Tolak UU Kelistrikan dan Kenaikan Tarif

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Aliansi Parlemen Jalanan (APJ) menolak Undang-Undang (UU) RI No. 30 Tahun 2009 tentang Kelistrikan, dan rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

Mereka menilai Undang-Undang Kelistrikan hanya upaya privatisasi menutupi ketidakmampuan manajemen PLN. Hal itu disampakan sejumlah aktivis yang tergabung dalam APJ, di Kantor Redaksi Harian Lampung Post, Selasa (17-11), sekitar pukul 15.00.

Mereka, antara lain LMND Kota Bandar Lampung, DPD IMM Lampung, HMI Cabang Bandar Lampung, PMII Bandar Lampung, KAMMI Lampung, DPW SRMI Lampung, PMKRI Bandar Lampung, dan GMKI Bandar Lampung. "Sikap kami tegas menolak kenaikan TDL yang akan diberlakukan pada 2010 mendatang," kata Ketua GMKI Bandar Lampung Laikman Sipayung. Menyikapi masalah krisis listrik, APJ telah merencanakan untuk menggelar seminar nasional. Terkait krisis listrik di berbagai wilayah saat ini, Ketua Umum HMI Hermawan mengatakan substansi UU tentang kelistrikan terkesan dipaksakan dan sarat muatan yang mengarah kepada neoliberalisme. "Inefisiensi PLN mengakibatkan kekacauan dalam sisi pelayanan. Sebab itu, reformasi manajemen PLN secara menyeluruh merupakan langkah konkret yang harus dilakukan," kata dia.

Permasalahan pemadaman listrik secara bergilir oleh PLN tidak bisa dilepaskan dari masalah struktural pemerintah. "Ada indikasi konspirasi dari pemerintah karena pemadaman listrik kini menjadi tren nasional," ujarnya.

Dia menggambarkan banyak hal yang harus diperhatikan pemerintah, contohnya batu bara yang merupakan bahan bakar utama energi listrik. Batu bara justru diekspor ke luar negeri, seperti Jepang. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan listrik domestik sendiri PLN kerap menjerit kekurangan energi listrik.

Ketua IMM Lampung Antonius menilai pengelolaan manajemen PLN sangat buruk, meskipun sudah setengah abad lebih berjalan, penerangan listrik belum bisa dirasakan oleh warga di pelosok di Lampung Barat. Belum adanya aliran listrik di pelosok tentu menambah beban rakyat, seperti pengadaan minyak tanah yang kini harganya melambung akibat konversi gas.

"Ini benar-benar mencekik kehidupan rakyat," kata dia.

Sedangkan Ketua PMKRI Rossy Mario mengatakan kinerja PLN yang tidak memuaskan jelas berdampak pada rakyat. Kompensasi 10% yang diberikan PLN juga terkesan terlalu mengada-ada. "Rakyat diberikan kompensasi 10% jika pemadaman listrik berlangsung selama 3 x 24 jam. Mana mungkin padam selama itu," kata dia.

Sementara itu, Asisten Redaktur Pelaksana Lampung Post Amirudin Sormin mengatakan polemik PLN bermuara pada kualitas dan mutu kelistrikan.

PLN harus mereformasi diri agar lebih fokus dalam mengatasi masalah kelistrikan. Investasi dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas listrik adalah hal utama yang harus dijadikan prioritas PLN. "Investasi merupakan jalur terbaik untuk meningkatkan mutu dan kualitas listrik," kata dia.

Demo PLN

Masih terkait kelistrikan, Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Gakin) menggelar aksi di depan kantor PLN, Jalan P. Diponegoro, Tanjungkarang, Selasa (17-11). Mereka menuntut PLN membuat komitmen terhadap waktu berakhirnya pemadaman listrik sekaligus transparansi mengenai dugaan kesalahan manajemen di tubuh PLN.

Massa Gakin yang merupakan gabungan Pemuda Pembangunan Indonesia, Forum Studi Pembangunan Indonesia, Lampung Corruption Watch, Dewan Mahasiswa Lampung, dan Forum Koalisi Pemberantasan korupsi, selain menyampaikan orasi, juga mendirikan posko pengaduan untuk menampung segala bentuk keluhan masyarakat mengenai pelayanan PLN. "Posko rakyat ini untuk menampung keluhan masyarakat," kata Koordinator Gakin, Untung Wahyudi.

Dia juga mengatakan aksi tersebut akan terus mereka lakukan sampai pihak PLN menanggapi tuntutan mereka. "Aksi direncanakan akan terus berlanjut hingga Jumat (20-11)," kata dia.

Dia menambahkan Gakin menemukan bukti adanya oknum yang mengkriminalisasi PLN dengan dalih memasang jaringan listrik baru dan pemasangan ilegal tanpa kwh meter sehingga beban negara akan listrik menjadi tidak terkendali.

"Ada indikasi oknum PLN bermain di dalamnya," kata dia. Sementara ketika dikonfirmasi, pihak PLN tidak bersedia memberikan penjelasan. Menurut seorang satpam, Indra, pimpinannya enggan ditemui. n RIS/*/K-1
Cetak Berita

Mahasiswa Lampung Tuntut SBY—Boediono Mundur


Selasa, 24 November 2009 | 12:27 WIB

TEMPO Interaktif, Bandar Lampung - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi berunjuk rasa menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boedino meletakkan jabatan. Tuntutan mahasiswa itu terkait pidato Presiden yang tidak tegas terhadap kasus kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. “Presiden tidak tegas dan mengambang. Jika tidak terlibat upaya pelemahan KPK kenapa harus ragu dan pengecut,” kata Dewa Putu Adi Wibawa, ketua Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi Bandar Lampung, Selasa (24/11).

Mahasiswa yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi di Bandar Lampung itu berunjukrasa di depan Kampus Universitas Bandar Lampung. Mereka membakar ban bekas dan meneriakkan yel-yel yang meminta SBY dan Boediono turun. Aksi itu sempat memacetkan Jalan Zainal Abidin Pagar Alam karena aparat kepolisian terlambat datang.

Keragu-raguan SBY dalam mengambil sikap terhadap kasus Bank Century dan kasus Bibit Samad Riyanto—Chandra M. Hamzah menabalkan kecurigaan keterlibatan presiden dalam dua skandal tersebut. Menurut mahasiswa seharusnya SBY bersikap tegas dan merespon semua rekomendasi Tim Delapan yang dia bentuk. “SBY telah bermain-main dengan kekuasaan. Itu cara rezim Orde Baru,” katanya.

Selain menuntut SBY dan Boediono turun dari jabatannya, mahasiswa juga meminta keduanya bertanggung jawab atas kucuran dana Rp 6,7 trilIun ke Bank Century karena diduga sebagian dana mengair ke Partai Demokrat dan Tim Sukses pasangan tersebut. Mahasiswa berjanji akan menggalang kekuatan massa yang lebih besar hingga tuntutan terwujud. “Aksi hari ini merupakan awal dari agenda besar kami untuk membangun people power untuk melawan rezim yang melecehkan hukum,” tegasnya.

Dalam pernyataan sikapnya, LMND juga menilai rezim SBY—Boediono telah berupaya memberangus kebebasan pers. “Langkah pemanggilan terhadap pimpinan media oleh polisi adalah salah satu pengingkaran terhadap janji kebebasan pers,” kaanya.

Senin, 23 Agustus 2010

BPN Hanya Terbitkan Sertifikat


GUNUNGSUGIH - Usulan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) lahan eks PT Sahang Bandarlampung, seluas 238,0630 hektar belum diajukan ke Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung ke pusat.

Hal itu disampaikan Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Hi. Suparman mewakili Kepala BPN Lamteng Ir. Hi. Thamrin, kemarin (17/6).

Dari informasi yang kami terima, usulan pembaruan hak belum disampaikan ke pusat. Bupati Lamteng juga sebelumnya sudah mengirimkan surat ke Kanwil BPN Provinsi Lampung, supaya HGU tidak diperpanjang, kata Suparman.

Suparman mengatakan, pemberian HGU untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 hektar, masih menjadi kewenangan Kanwil BPN Provinsi Lampung. Sementara untuk luasan tanah yang lebih dari 200 hektar menjadi kewenangan BPN pusat. Itu sesuai dengan pasal 8 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara.

Sebenarnya untuk lahan eks PT Sahang Bandarlampung adalah kewenangan BPN pusat karena luasnya lebih dari 200 hektar . Hanya saja, Kanwil BPN Provinsi Lampung yang mengajukan ke pusat. Kalau kami di BPN Lamteng hanya menerbitkan sertifikatnya saja setelah ada surat keputusan dari BPN pusat, jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan, menyikapi tuntutan warga soal tanah eks PT Sahang Bandarlampung akan ditindaklanjuti melalui pertemuan dengan Kanwil BPN Provinsi Lampung pada 23 Juni mendatang.

Sehingga, keputusannya seperti apa menunggu hasil pertemuan nanti, imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, seratusan warga asal Kampung Surabaya dan Kampung Sendangayu, dan Kampung Padangratu di Kecamatan Padangratu, mendatangi kantor Pemkab Lamteng, Rabu (16/6). Mereka menuntut tanah eks PT Sahang Bandarlampung dikembalikan kepada masyarakat.

Aksi unjuk rasa yang dilakukan massa yang tergabung sejumlah elemen seperti Komite Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratik (KPW PRD) Lampung, Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW LMND) Lampung, Pimpinan Wilayah Serikat Tani Nasional (PW STN) Lampung, dan Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Rakyat Miskin Indonesia (DPW SRMI) Lampung, berlangsung damai.

Dalam orasi yang disampaikan Ketua EW LMND Lampung, Lamen Hendra menuntut pengembalian tanah eks PT Sahang Bandarlampung seluas 238,0630 hektare yang ada pada Kampung Sendangayu, Kampung Surabaya, dan Kampung Padangratu di Kecamatan Padangratu.

Sebab, menurut Lamen, tanah eks PT Sahang Bandarlampung merupakan tanah warga yang disewakan kepada pengusaha Jepang tahun 1970. Besaran sewa per hektar saat itu disepakati Rp2.500 dan berlangsung selama 25 tahun. Perjanjian sewa tanah tersebut berakhir tahun 1995.

Dalam perjalanannya, tahun 1984 terbit hak guna usaha (HGU) PT Sahang Bandarlampung oleh Kantor Agraria Lamteng dengan Nomor U.1/LT, surat ukur No.32 tahun 1984, dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.3/HGU/DA/84 tanggal 7 Februari 1984. Kemudian pada 29 September 1998 digelar rapat antara muspida, kepala Kampung Sendangayu, dan Kepala Kampung Surabaya yang menghasilkan HGU PT Sahang Bandarlampung tidak diperpanjang. Selanjutnya, tanah dikembalikan kepada warga. Tapi hingga kini, penyelesaian masalah tersebut tidak tuntas.

Ketua KPW PRD Lampung Ali Akbar bersikeras agar massa yang berada di luar pagar bisa diijinkan masuk ke dalam halaman Pemkab Lamteng dan bertemu langsung dengan bupati. Namun, Asisten Bidang Pemerintahan Riva'i Daniel menolak dan meminta agar beberapa perwakilan pengunjukrasa saja yang bisa masuk.

Karena dilarang masuk, massa tetap bertahan di luar pagar dan terus meminta agar diijinkan masuk ke halaman Pemkab Lamteng. Di tengah guyuran hujan, massa terlihat tetap semang meneriakkan yel-yel agar tanah eks PT Sahang Bandarlampung dikembalikan kepada warga.

Wakil Bupati Lamteng Musa Ahmad turun tangan dan meminta agar perwakilan pengunjukrasa masuk. Tapi, tawaran tersebut ditolak. Akhirnya, Musa Ahmad yang mengalah dan menemui massa yang berada di luar pagar Pemkab Lamteng.

Hasil pertemuan dengan wakil bupati Lamteng itu membuahkan tiga poin kesepakatan. Poin pertama, yakni Pemkab Lamteng berjanji untuk menyelesaikan persoalan tanah eks PT Sahang Bandarlampung. Lalu poin kedua, pada 23 Juni nanti unsur Pemkab Lamteng bersama dengan warga Kampung Surabaya, Kampung Sendangayu, dan Kampung Padangratu datang ke Kantor Wilayah BPN Lampung.

Poin terakhir disebutkan Pemkab Lamteng akan menyiapkan sarana transportasi untuk mengangkut warga ke Kantor Wilayah BPN Lampung.

Tiga poin kesepakatan tersebut ditandatangani di atas materai oleh Wakil Bupati Lamteng. Setelah itu, sekitar jam tiga sore kami membubarkan diri, jelas Ali Akbar

BEM Fisip–LMND Sepakat Damai


BANDARLAMPUNG–Perseteruan antara Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM Fisipol) Universitas Lampung (Unila) berakhir damai.

Kedua organisasi mahasiswaan tersebut sepakat untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi secara damai dan kekeluargaan. Kedua organisasi ini juga sepakat tidak saling menuntut serta sama-sama akan mencabut laporannya di poltabes.

Perdamaian kedua organisasi tersebut dimediasi oleh Walikota Eddy Sutrisno di rumah pribadinya sekitar pukul 13.00 WIB kemarin (13/4). Turut hadir dalam pertemuan tersebut Pembantu Rektor III Universitas Lampung Prof Dr Sunarto serta Dekan Fisipol Unila Drs Agus Hadiawan MSi.

Penandatanganan kesepakatan damai, dari pihak LMND diwakili oleh Ketua LMND Kota Bandarlampung Lamen Hendra. Sementara dari pihak BEM Fisipol Unila diwakili oleh Gubernur BEM Fisipol Maulana Ersad.

Dalam pernyataannya sesaat sebelum penandatanganan kesepakatan damai, Walikota Eddy Sutrisno meminta kedua belah pihak melupakan masalah-masalah yang terjadi untuk ke depan dijadikan sebuah pelajaran yang berharga.

“Tidak ada yang menang atau kalah. Yang terpenting bagaimana kita dapat saling menghormati dan menghargai,” kata walikota seraya mengatakan dirinya menyaksikan langsung perseteruan antara LMND dan BEM Fisipol yang terjadi di kampus Unila.

Dalam kesempatan itu, walikota meminta kepada seluruh mahasiswa untuk bersikap kritis terhadap persoalan apapun yang terjadi. Akan tetapi, sikap kritis tersebut harus disampaikan pada jalur yang tepat.

Hal senada dikatakan Pembantu Rektor III Prof Dr Sunarto. Menurutnya, perseteruan akan merugikan seluruh pihak terutama para mahasiswa. “Kalah jadi arang, menang jadi abu. Semuanya sama-sama rugi. Untuk itu dinginkan hati, untuk salang memaafkan,” tegas Sunarto.

Untuk diketahui, perseteruan antara LMND dan BEM Fisipol Unila bermula saat kuliah umum yang disampaikan Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menegpora) RI Andi Alfian Malarangeng pada Selasa (6/4) lalu.

Ketika menegpora keluar dari gedung menuju mobilnya yang terparkir tepat di depan Gedung B Fisip Unila, puluhan mahasiswa LMND merangsek mendekat. Aksi itu mengundang emosi puluhan panitia acara dengan menghalang-halangi mereka mendekat ke arah mantan juru bicara kepresidenan tersebut.

Reaksi spontanitas panitia itu akhirnya menyebabkan bentrokan. Tiga mahasiswa asal LMND terluka. Mereka adalah Syarifudin, mahasiswa STMIK Gisting, Tanggmamus. Isnan, mahasiswa FMIPA Unila, dan Amir, mahasiswa Universitas Bandarlampung. Setelah bentrok, mahasiswa dari LMND melaporkan peristiwa itu ke poltabes.

Di Lampung, Andi Malarangeng Disambut Demo Mahasiswa



Selasa, 6 April 2010 - 20:39 WIB
| More

LAMPUNG (Pos Kota) – Sejumlah mahasiswa BEM FISIP Universitas Lampung (Unila) ricuh dengan aktivis Lembaga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) di depan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Mennegpora) Andi Malarangeng, di kampus Unila, Selasa (6/04) sekitar pukul 13.00 WIB.

Salah seorang aktivis LMND terpaksa diamankan di gedung FISIP Unila, setelah terjadi bentrok fisik.

Aksi mahasiswa ini memuncak pada saat beberapa aktivis LMND unjuk rasa di depan gedung FISIP Unila, ketika Mennegpora, Andi Malarangeng, selesai memberikan stadium general yang digelar BEM FISIP Unila.

Aktivis LMND yang membawa bendera organisasinya menghadang mobil menteri yang siap melaju keluar bersama rombongan pejabat daerah.

Panitia penyelenggara menghadang aksi LMND yang sudah mendekat mobil menteri. Kedua belah pihak mahasiswa terjadi aksi fisik dan bentrok antar sesamanya. Aktivis LMND yang lebih sedikit dari jumlah mahasiswa BEM FISIP, berlarian menyelamatkan diri.

Seorang aktivis LMND, Syarif , 22, merupakan mahasiswa STIMIK Kabupaten Pringsewu, tertangkap tangan mahasiswa dan langsung rusuh dan bentrok fisik.

Menurut Gubernur BEM FISIP Unila, Maulana AM Ersyad, dirinya terpancing emosi melihat aksi aktivis LMND yang menghadang mobil menteri seusai memberikan kuliah umum.

“Setelah berhasil mengundang dan menggelar stadium general Menteri Andi Malarangeng, tiba-tiba ada yang mau mengacau acara tersebut, dalam kondisi capek kami terbawa emosi,” kata Maulana kepada wartawan.

Ia mengatakan bentrok terjadi saat melihat gerakan aktivis LMND yang mau menghadang mobil menteri. Mengenai terjadinya pemukulan terhadap aktivis LMND, ia mengatakan hal itu terjadi karena kedua belah pihak sudah merasa capek dan terbawa emosi.

Menurut dia, sebelum acara menteri digelar sudah terjadi kesepakatan kedua belah pihak (LMND dan BEM FISIP). Namun, kata dia, pihak LMND melanggar kesepakatan dan masuk area tempat digelarnya acara.

“Mereka sudah melanggar kesepakatan, karena ini substansinya ilmiah dan bukan politik,” kata Maulana.

Dewa Putu Ariwibawa, pengurus eksekutif kota LMND Bandar Lampung, mengatakan aksi yang digelar tersebut untuk merespon kedatangan Andi Malarangeng selaku menteri, dan calon ketua umum DPP Partai Demokrat, yang sekarang berkuasa di pemerintahan.

“Kedatangan kami bukan semata-mata hendak mengganggu atau ingin ricuh, tapi ingin menyampaikan persoalan negeri hari ini,” kata Dewa.

Ia tidak mengetahui persis sehingga terjadi bentrok fisik kedua belah pihak. Namun, ia menyatakan kehadiran aktivis LMND untuk menyampaikan aspirasi dan isu yang sedang dihadapi bangsa ini.

Terhadap permintaan BEM FISIP Unila agar LMND meminta maaf atas kejadian tersebut, Dewa menyatakan belum bersedia, karena harus mengklarifikasi terlebih dulu.

Pembantu Dekan III, Ikram, mengatakan kejadian bentrok tersebut tanpa sepengetahuannya, karena dirinya setelah acara selesai berada di belakang. “Saya tidak mengetahui persis kejadiannya,” kata Ikram.

Puluhan Aktivis LMND Demo di Poltabes Lampung

Rabu, 21 Juli 2010, 19:01 WIB
Smaller Reset Larger

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG--Puluhan aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lampung berunjuk rasa ke Poltabes Bandar Lampung, Rabu (21/7). Mahasiswa mendesak kasus aktivis LMND di Garut Jawa Barat, Herman, diusut tuntas.

Aktivis LMND Lampung melakukan jalan panjang di jalur protokol Kota Bandar Lampung, sejak siang. Sebelum ke Mapoltabes Bandar Lampung, mereka berhenti sementara di bundaran Tugu Adipura untuk berorasi.

Setelah puas menggelar orasi dan membentangkan spanduk di keramaian lalu lintas pusat kota, mereka mendatangi Mapoltabes yang berjarak dua kilometer dari bundaran Tugu Adipura. Dengan pengawalan ketat aparat polisi, mereka menggelar orasi lagi.

Menurut Sardi, aktivis LMND Lampung, kasus yang menimpa Herman di Garut, Jawa Barat pada 20 Juli lalu, adalah bentuk tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian. "Lagi-lagi aktivis yang menyuarakan aspirasi rakyat dianiaya," katanya.

Menurut LMND, sikap polisi yang menggunakan senjata api terhadap aktivis adalah tindakan yang tidak perlu terjadi di era reformasi ini. "Kami heran masih ada mental aparat keamanan yang melakukan hal seperti era Orde Baru," katanya. Aksi unjuk rasa aktivis LMND Lampung ini sebagai bentuk solidaritas terhadap sesama aktivis yang mendapatkan perlakuan yang melanggar hak asasi manusia dalam menyuarakan aspirasi rakyat

Selasa, 10 Agustus 2010

Mengenal kata NEOLIBERALISME,,,

( Seri Neolib Part 1 )


Mengenal kata Neoliberalisme
Saddam Tjahyo*

Sejak belum genap setahun saya menyandang status social sebagai mahasiswa, hampir di setiap komunitas mahasiswa yang saya dekati tidak luput dari perbincangan soal kata Neoliberalisme. Belum lagi pamphlet, selebaran, spanduk dan teriakan orator dari berbagai lembaga kemahasiswaan yang kerap kali menyebut kata itu. Beda suasana, beda tempat, beda pula konteks diskusi mereka terkait kata Neoliberalisme, seolah semua hal yang bermasalah dapat dikaitkan dengan kata asing itu.

Kata neoliberalisme sering dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan, kebanyakan orang mengatakannya sebagai sebuah sistem yang punya pengaruh baik maupun buruk dalam aspek sosial, ekonomi, politik, budaya maupun lingkungan hidup manusia. Tidak saya temukan sedikitpun penjelasan linguistic terkait kata itu dalam kamus Inggris-Indonesianya Hassan Shadily dan John M. Echols.

Dari informasi berbagai sumber referensi dan diskursus sebelumnya, saya mencoba menarik benang merah untuk menjelaskan kata asing itu. Neoliberalisme dapat juga diartikan sebagai faham ekonomi neoliberal, yang berpotensi membawa dampak buruk bagi rakyat di Negara-negara dunia ketiga. Point pokoknya, faham ini mengacu pada filosofi ekonomi politik yang hendak mengurangi bahkan menghapus peran atau campur tangan pemerintah dalam system perekonomian domestiknya.

Neoliberalisme merupakan variasi dari liberalisme klasik di abad ke-19 ketika Inggris dan negeri imperium lain menggunakan metode kompetisi pasar dan perdagangan bebas untuk menyelesaikan krisis kapitalisme / great depression di awal 1970-an, metode unik ini di pergunakan untuk tetap melegitimasi hegemoni kapitalisme di negaranya maupun di Negara koloni mereka.

Ekonom dunia seperti Hayek dan Milton Friedman tampil “gemilang” dengan memadukan dan mengkontekstualkan kembali pemikiran Liberalisme Klasik John Locke dan Adam Smith, dengan Mazhab Chicagonya mereka berkesimpulan akhir : Intervensi Negara harus terus berkurang hingga titik minimum dalam system perekonomiannya agar individu dapat lebih bebas berusaha. Hal ini bertentangan dengan pola ekonomi PBB (Keynesian) dengan konsep Negara kesejahteraan sebagai metode rehabilitasi pasca perang dunia saat itu.

Sebagai sebuah faham ekonomi global, neoliberalisme memfokuskan pada metode pasar bebas atau yang sering kita sebut globalisasi. Dalam pembukaan pasar luar negerinya, neoliberalisme kerap kali melalui cara-cara politis, menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi maupun intervensi militer kepada Negara-negara berkembang karena itu juga neoliberalisme disebut Neo Imperialisme.

Neoliberalisme bertujuan menempatkan kepercayaan pada kekuasaan pasar dengan pembenaran kebebasannya. Untuk mendorong kekuasaan pasar, privatisasi/swastanisasi dalam berbagai sector adalah metode yang tepat, terutama pada aktivitas ekonomi / industri yang dimiliki - kelola pemerintah. Namun sayang, metode privatisasi tidaklah diberlakukan pada negeri imperium melainkan hanya kedok untuk melegitimasi penjajahan mereka di negara dunia ketiga. Privatisasi dengan sengaja telah merobohkan konsep nasionalisasi yang menjadi kunci dari negara berbasis kesejahteraan.

Fondasi dasar dari sistem ini adalah Logika pasar, menundukan kehidupan Publik dalam logika pasar, semua bentuk pelayanan publik harus menggunakan pertimbangan untung-rugi baik yang dilaksanakan oleh individu maupun oleh negara atas nama efisiensi. Semangat Neoliberalisme adalah melihat seluruh sendi kehidupan sebagai sumber laba bagi korporasi.

Sistem neoliberalisme juga telah mereduksi makna politik, sehingga pada titik tertentu politik harus tunduk oleh kekuatan pasar dan pengusaha, politik hanya dipandang sebagai keputusan/produk yang menawarkan nilai-nilai dan cara paling rasional untuk mengukur nilai hanyalah pasar, dan semua pemikiran diluar itu dianggap salah.

Sederhananya, Neoliberalisme adalah sebuah bentuk penjajahan gaya baru yang dikemas rapih dalam kemasan globalisasi / Pasar bebas. Bukan lagi penjajahan / kolonialisme bersenjata namun penjajahan ekonomi dengan kekuatan modallah yang berkuasa. Dan Pasar bebas akan selalu menjadi rintangan bagi perdagangan adil dan cita-cita kesejahteraan dan keadilan social bagi seluruh rakyat.

Apa Anda sudah lebih mengenal kata Neoliberalisme sekarang ?


* Sekretaris LMND Kota Bandar Lampung

Minggu, 01 Agustus 2010


DUA tuntutan disuarakan massa yang tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) kemarin. Dalam unjuk rasa yang berlangsung di kantor Pemprov Lampung itu, massa menolak 14 kriteria miskin versi Badan Pusat Statistik (BPS) dan kenaikan tarif dasar listrik serta pencabutan subsidi bahan bakar minyak.
’’Sudah sangat jelas rakyat miskin mengakui bahwa kriteria miskin versi BPS tidak benar dan tak sesuai kenyataan di lapangan. Kriteria itu justru menutupi fakta kemiskinan sebenarnya,” kata koordinator aksi Muchtar Fredi Jaya.
Dilanjutkan, pemerintah pusat dan daerah harusnya memikirkan kesejahteraan rakyat. ’’Pemerintah daerah harus benar-benar menjalankan program kerakyatan,” tegasnya.
Selain diisi orasi, aksi yang berlangsung dengan pengawalan polisi ini juga diwarnai teaterikal. Massa menggambarkan kondisi seorang pemimpin yang semena-mena terhadap rakyatnya. (yna/ais)

Kaum Tani dan PRD Duduki Kantor BPN

Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono
Rabu, 23 Juni 2010 | 18:04 WIB
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com - Ratusan petani asal Padang Ratu, Kabupaten Lampung Tengah, berunjuk rasa dan menduduki Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung, Selasa (23/6/2010). Aksi ini dipicu sengketa tanah warga seluas 238 hektare yang dikuasai pengusaha.

Kami siap menginap malam ini. Tenda-tenda sudah kami siapkan. Persoalan ini sudah berjalan demikian lama, biar sekalian diselesaikan.

Para pengunjuk rasa datang ke Kantor BPN Lampung sekitar pukul 12.15 WIB dengan beriring-iringan menggunakan 11 truk. Dalam aksi ini, massa sempat berupaya mendobrak pagar Kantor BPN sebelum akhirnya diredamkan oleh polisi yang berjaga.
Hingga berita ini diturunkan, massa masih bertahan di halaman luar Kantor BPN Lampung. "Kami siap menginap malam ini. Tenda-tenda sudah kami siapkan. Persoalan ini sudah berjalan demikian lama, biar sekalian diselesaikan," ujar Lamen Hendra S, Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lampung yang mendampingi warga berunjuk rasa.
Menurut Maslam (60), perwakilan pengunjuk rasa, aksi untuk menuntut BPN agar menolak rekomendasi Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah seluas 238 ha di Padang Ratu yang diajukan PT Sahang (sekarang PT Lambang Jaya).
Mereka meminta agar tanah yang diklaimnya sebagai hak ulayat itu dikembalikan kepada warga di tiga desa, yaitu Desa Surabaya, Sendang Ayu, dan Padang Ratu. HGU atas tanah ini telah berakhir per 31 Dersember 2008 lalu. Namun, yang disesalkan warga, PT Lambang Jaya hingga kini masih saja menguasai tanah itu.
Tanah itu sekarang ditanami sawit berusia hampir dua tahun. Bahkan, anehnya, surat rekomendasi dari Dinas Perkebunan untuk usaha sawit ini sudah terbit meski bupati tidak mengabulkan perpanjangan (HGU).
"Semestinya, itu kan dikembalikan warga," ujar Ali Akbar, Ketua Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratik (PRD) Lampung.

Rabu, 12 Mei 2010

l

Lounching EK-LMND Tanggamus" Pendidikan Gratis 12 tahun"


TENGGAMUS, Berdikari Online: Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Tenggamus menuntut kepada pemerintah setempat untuk segera menerapkan pendidikan gratis selama 12 tahun kepada seluruh jenjang pendidikan.

Tuntutan tersebut disampaikan saat lebih 30-an orang aktivis LMND menggelar aksi massa di Kantor Bupati Tenggamus, Rabu (12/5), sekaligus sebagai launching kepengurusan baru LMND Eksekutif Kota Tenggamus.

Aris Setiyanto, ketua LMND Tenggamus, menyatakan bahwa tuntutan tersebut bukan tanpa alasan, sebab daerah ini terkenal dengan sumber daya alam dan potensi ekonomi lainnya yang sangat besar, diantaranya perdagangan dan industri pengolahan.

Secara nasional, Aris mengatakan, pemerintahan SBY pun memiliki kesanggupan untuk menerapkan pendidikan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia, asalkan ada komitmen dan keberpihakan kepada kepentingan nasional.

Hanya saja, menurut Aris, pemerintahan SBY justru memilih untuk melemparkan dunia pendidikan ke dalam mekanisme pasar, sehingga sebagian besar rakyat Indonesia kehilangan akses untuk mendapatkan pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi.

Selain itu, LMND juga menyoroti soal penggunaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang tidak tepat sasaran. Akibat dari kesalahan itu, sebagian besar siswa tetap harus dikenai biaya pendidikan yang cukup tinggi, katanya.

Untuk mencegah kebocoran anggaran tersebut, LMND Tenggamus akan mendatangi sekolah-sekolah dan mengecek alokasi penggunaan dana BOS tersebut.

Jumat, 07 Mei 2010


Pancasila, dari Trauma ke Persatuan Anti Neolib
Share
Today at 8:06am

De-Sukarnoisasi ala Orde Baru

“Lahirnya Pantjasila, Membangun Dunia Kembali, dan Penfjelasan Manipol/Usdek adalah merupakan rangkaian jang sangkut bersangkut untuk harus kita ketahui dalam alam sekarang ini jaitu untuk menudju masjarakat Sosialis Indonesia.”

(Kuitipan dari Buku “Seri Tanja-Djawab Buku2 Manipol: 260 Tanja Djawab Lahirnja Pantjasila, Membangun Dunia Kembali (to build the world new), Pendjelasan Manipol-Usdek”. Penerbit Miswar Djakarta, tjetakan pertama, 1965” hal. 7)


Banyak kamerad di kalangan kaum gerakan dan intelektual yang cukup kaget saat mengetahui Pancasila coba diangkat Partai Rakyat Demokratik (PRD) dari “lumpur kenistaan” ke tempat yang lebih bersih, terang dan tinggi. Sebagiannya malah keblinger, menuduh PRD sudah bergeser ke sebelah kanan, PRD sudah ditunggangi intelejen negara, PRD akan menjadi organisasi reaksioner, PRD akan melakukan penataran P4 seperti layaknya di zaman kegelapan dahulu, dan lain-lain dan sebagainya. Namun, semua itu justru menyiratkan pendeknya ingatan kolektif rakyat kita tentang Pancasila. Sangat disayangkan hanya Pancasila yang “kanan”, Pancasila yang “pembunuh”, dan Pancasila yang “bengis” a’la Jenderal Suharto yang masih diingat, bukan Pancasila yang sesuai keinginan sang penggali Ir. Sukarno: Pancasila yang kiri.

Stigma kanan Pancasila diperoleh dari hasil pendistorsian panjang Orde Baru. Karena banyak aktivis dan intelektual oposan kerap menjadi “korban” represi/intimidasi dari kelompok-kelompok yang mengklaim membela Pancasila, maka adalah wajar jika rasa trauma terhadap segala yang berbau Pancasila atau asas tunggal masih agak lekat. Mimpi buruk selama Orde Baru ini belum ditinggal, masih dibawa-bawa sehingga menjadi beban psikologis (semacam mental blocking) sampai sekarang.

Bukan salah kaum muda yang lahir di zaman Orde Baru jika mereka tak mampu mengingat Pancasila-nya Ir. Sukarno. Yang salah tetap adalah Jenderal Suharto yang telah mendistorsi esensi Pancasila selama 32 tahun (1965-1998). Selama itu pula Pancasila tampil dalam raut wajah yang bengis dan kejam. Namun, seperti kita menghadapi penyakit-penyakit mental umumnya, trauma yang diderita akibat Pancasila Orde Baru tidak boleh dipersalahkan, apalagi dihakimi, yang seharusnya dilakukan adalah mengobatinya (healing).

Jika diurai, sebenarnya trauma terhadap Pancasila berakar pada dua hal sbb:

1. Devide et impera antara Pancasila dengan Kaum Kiri

Pada pertengahan tahun 1965-1967, selagi Jenderal Suharto tengah melakukan “kudeta merangkak” (creeping coup, pen: baca buku terbaru John Roosa tentang Dalih Pembunuhan Massal), ia menyempatkan menetapkan tanggal 1 Oktober 1965 sebagai Hari Kesaktian Pancasila melalui Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat tanggal 17 September 1966 (Kep 977/9/1966). Narasi tunggal yang hendak didesainnya saat itu adalah seakan-akan Pancasila sebagai dasar negara berusaha diserang oleh kaum kiri, dan ia adalah satu-satunya pahlawan penyelamat Pancasila. Dengan dalih penyelamatan tersebutlah, Jenderal Suharto seperti mendapat restu untuk membunuh secara massal ratusan ribu sampai jutaan kaum kiri di Indonesia hanya dalam waktu 3 tahun. Kesuksesan adu domba tersebut diteruskan untuk selama masa 32 tahun berikutnya, di mana Pancasila selalu dijadikan momok untuk membungkam sisa-sisa kaum kiri (yang selamat dari pembunuhan massal atau bebas dari penjara/kamp kerja paksa) ataupun kaum kiri baru yang lahir di era 1980an (seperti PRD). Maka dari itu, kita boleh saja untuk ke depannya membulatkan tekad, mengusulkan untuk pergantian nama tanggal 1 Oktober dari Hari Kesaktian Pancasila menjadi Hari Kesaktian Orde Baru.

2. Pembohongan Asal Usul Pancasila

Sebuah kebohongan pun jika dipropagandakan ribuan kali dapat bermutasi menjadi sebuah kebenaran publik. Itu adalah teknik dari Menteri Propaganda Nazi Jerman Goebbels yang biasa disebut “Big Lie”, yang ternyata dipraktekkan dengan sangat baik oleh Jenderal Suharto di Indonesia selama 32 tahun pemerintahannya. Kebohongan/distorsi terutama dari Jenderal Suharto adalah tentang tanggal lahir dan penggali sejati Pancasila, yang dipropagandakan intensif melalui Pelajaran Sejarah dan Perjuangan Bangsa (PSPB) dan penataran-penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Orde Baru menyebut, bahwa tanggal 18 Agustus 1945 adalah hari lahir Pancasila dan Mr. Mohammad Yamin adalah penggalinya. Padahal yang sebenarnya adalah Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dan Ir. Sukarno adalah penggalinya. Jelas sekali ini adalah upaya de-Sukarnoisasi yang “sistemik”. Meski kemudian kebohongan ini sempat dibantah oleh testamen Dr. Mohammad Hatta pada tahun 1976 , Orde Baru tetap tidak bergeming hingga Reformasi menggulingkannya. Baru setelah itu penataran P-4 dibubarkan, PSPB dicabut, dsb.

Dapat dirangkai dari kedua akar di atas, bahwa trauma terhadap Pancasila sejatinya disebabkan oleh mega proyek de-Sukarnoisasi Orde Baru. Taktik Orde Baru ini pun bukan tanpa alasan yang strategis, mengingat betapa kuatnya persatuan antara kaum kiri bersama Ir. Sukarno menjelang 1965. Pada masa itu kaum kiri adalah pendukung sejati Ir. Sukarno, karenanya untuk melumpuhkan politik Ir. Sukarno, kaum kiri harus dipisahkan darinya dan dihabisi terdahulu. Barulah Ir. Sukarno menjadi lemah dan mudah digulingkan, setelah terlebih dahulu diisolasi dari rakyat yang menjadi energi perjuangannya sejak muda.

Akhirnya sejarah mencatat, bahwa Pancasila yang awalnya dilahirkan Ir. Sukarno untuk memerangi imperialisme dan kolonialisme, berdistorsi menjadi alat yang digunakan Jenderal Suharto untuk tanpa keadilan mempersilahkan datangnya penjajahan gaya baru selama 32 tahun dan tanpa kemanusiaan menghabisi lawan-lawan politiknya.


Pancasila untuk Persatuan Anti Neoliberal

"Lima Sila ini kalau disatukan menjadi kepal akan menjadi tinju untuk menunju imperialis, lawan-lawan bejat, lawan-lawan kemerdekaan, penjajah yang menjajah Indonesia. Ini kepal rakyat Indonesia yang bersatu!"

(Cuplikan pidato Soemarsono, pimpinan Pemuda Republik Indonesia dan kader Partai Komunis Indonesia (PKI) ilegal pada tanggal 21 September 1945 di tengah RAPAT SAMUDERA yang dihadiri 150 ribu massa Marhaen di Stadion Tambaksari. Dikutip dari Buku Revolusi Agustus, Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah, penerbit Hasta Mitra, 2008, hal. 37)


Obat dari trauma rakyat terhadap Pancasila hanyalah pembangkitan kembali ingatan kolektif perjuangan rakyat merebut (kembali) kedaulatan nasional sepanjang periode 1945-1965. Ingatan suram tentang Pancasila yang “reaksioner” di masa Orde Baru harus ditinggalkan, sedangkan ingatan tentang Pancasila yang “revolusioner” di masa Ir. Sukarno harus terus menerus digali kembali.

Pancasila yang akan kita emban bukanlah Pancasila-nya Orde Baru yang mengizinkan ExxonMobil, Freeport, Chevron, Inco, Vico, BHP Billiton, Thiess, ConocoPhilips, GoodYear, Total, Newmont, dll menjajah kekayaan alam bangsa. Pancasila yang kita ingin munculkan kembali adalah yang digunakan oleh Ir. Sukarno sebagai “pembenaran” untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, mengusir modal asing yang menghisap jauh-jauh dari bumi Indonesia (dengan atau tanpa ganti rugi). Jika dikontekstualisasi ke zaman ini mungkin tidak akan jauh berbeda: bukan Pancasila yang mengabdi kepada rezim neoliberalisme, tetapi Pancasila yang mendamba akan kedaulatan nasional sepenuhnya demi keadilan sosial seluas-luasnya menuju sosialisme Indonesia.

Dengan perkataan lain, Pancasila yang akan kita amalkan harus memiliki semangat anti penjajahan, anti penghisapan manusia atas manusia ataupun penghisapan bangsa atas bangsa, semangat pembebasan nasional menuju cita-cita sosialisme Indonesia seperti digariskan oleh Pembukaan UUD 1945.

Dengan berpegangan pada Pembukaan UUD 1945, kita dapat merangkum setiap esensi dari perjuangan anti neoliberal di semua sektor rakyat ke dalam butir-butir Pancasila. Dari sari-sari perjuangan kita di lapangan perburuhan, kaum miskin perkotaan, petani, hingga mahasiswa-pelajar dan kebudayaan dapat kita sempalkan semua ke dalam Pancasila. Dan masing-masing sektor dapat saling mendukung perjuangan di sektor lainnya secara bahu membahu, holobis kuntul baris. Inilah watak sejati Pancasila yang lebih dikenal sejak masa nenek moyang kita dengan istilah gotong royong (1) .

Semisal dalam soal outsourcing dan sistem kerja kontrak, kita akan bilang bahwa konsep labour flexibility milik neoliberal tersebut bertentangan dengan pengamalan Sila ke 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sekaligus juga Sila ke 5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Atau semisal juga tentang maraknya penggusuran kampung kumuh di perkotaan yang mengekspresikan program City Without Slump milik neoliberal, kita juga dapat bilang itu melanggar sila ke 2 dan ke 5. Artinya, sepanjang Menakertrans masih “mengamalkan” sistem outsourcing dan kontrak yang menghisap kaum buruh se-Indonesia; atau sepanjang Gubernur DKI Jakarta masih rajin “mengamalkan” penggusuran terhadap anak jalanan dan perkampungan kumuh, sepanjang itu jualah mereka dengan sengaja telah melanggar Pancasila sila ke 2 dan ke 5 sekaligus. Menjadi sah kemudian jika kita jatuhkan tudingan bahwa Muhaimin Iskandar adalah musuh Pancasila, karena masih membiarkan kaum buruh Indonesia bergelimang dalam perbudakan modern; dan Fauzi Bowo juga adalah musuh Pancasila, karena tidak pernah melindungi hak hidup warga miskin Jakarta. Gampangnya, kedua oknum pejabat tersebut adalah musuh Pancasila, maka mereka adalah musuh bersama kaum buruh dan kaum miskin kota.

Kesimpulan akhir: neoliberal dan semua operatornya adalah musuh Pancasila; dan semua kaum yang dirugikan (oleh neoliberal) wajib bergotong royong bersatu dalam aksi menentangnya.


*****


(1) Pada sidang di mana Ir. Sukarno berpidato tentang Pancasila tanggal 1 Juni 1945, ia diminta oleh pimpinan sidang untuk memerah Pancasila (5) menjadi Trisila (3) dengan pertimbangan lima sila masih terlalu panjang. Ia menyanggupi dan menyebutkan Trisila, yaitu Sosio-demokrasi, Sosio-nasionalisme, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan. Namun pimpinan sidang masih kurang puas dan menantang Ir. Sukarno apakah dapat memerah tiga sila menjadi satu sila saja. Dan Ir. Sukarno kembali menyanggupi, ia menyebut Gotong Royong (pen






“Pancasila jangan sebatas wawasan saja, tetapi harus menjadi ideologi aksi dalam praktek.”


Joesoef Isak dalam suatu tulisan pengantar di tahun 2008 (sebelum tutup usia)







“Tetapi Republik Indonesia menghadapkan kita dengan satu keadaan jang istimewa. Rakjat adalah beraneka ragam, beraneka adat, beraneka ethnologi. Rakjat yang demikian itu membutuhkan satu “dasar pemersatu”. Dasar pemersatu itu adalah Pantjasila.”


Ir. Sukarno, dalam suatu sambutan tanggal 17 Agustus 1955

Launching EK LMND Bandar Lampung

LIGA MAHASISWA NASIONAL UNTUK DEMOKRASI(LMND)
Eksekutif kota bandar lampung
Alamat: Jl. ZA Pagar ALam Gg. langgar no.30 Kedaton Bandar Lampung
Moible: 085658984846, 085789794938
________________________________________________________________________________________
Launching program perjuangan liga mahasiswa nasional untuk demokrasi
“cukup sudah jadi bangsa kuli, bangkit jadi bangsa mandiri”

Perkembangan situasi terakhir semakin menunjukkan pada kita bahwa bangsa sebesar Indonesia harus memasuki kembali era perbudakan modern. Di mana faktor karakter pemerintahan saat ini yang sangat mendukung kepentingan pihak asing di Indonesia. Berikut adalah pokok yang dilakukan pemimpin negeri ini:

Bangsa kita menjadi bangsa yang sama sekali tidak mandiri.Elit penguasa negeri ini menggadai dengan harga murah hampir seluruh sumber daya alam kita. Sebagai contoh pada industri perminyakan, alur produksi yang meliputi sector hulu (eksplorasi pertambangan)hingga sector hilir(pendistribusiannya)telah didominasi oleh perusahaan multinasional(asing)seperti Shell, Exxon Mobile, dll. Ini artinya, pihak yang memperoleh keuntungan lebih adalah berbagai perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia.. Demikian pula pada sector perdagangan ketika pemerintahan SBY dengan sembrononya meratifikasi kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China(CAFTA), itu sama saja artinya dengan Indonesia akan dikembalikan ke masa colonial yaitu, deindustrialisasi nasional(kehancuran industri), ekspor bahan baku dan energi secara ekstensif, dan pasar dalam negeri didominasi komoditi asing karena rendahnya nilai tambah nasional. Sedang dampak dari diberlakukannya CAFTA bagi mahasiswa adalah, kehancuran industri nasional mengakibatkan kesempatan kerja bagi sarjana-sarjana muda akan semakin mengcil, dan itu berari jumlah pengangguran di Indonesia akan bertambah lagi dengan diwisudanya kawan-kawan.

Kehadiran mahasiswa dengan kecerdasan yang dimiliki, saat ini sangat dinantikan oleh rakyat, karena dalam sejarah mahasiswa memiliki pengalaman menjadi pelopor perubahan karena mampu menyatukan elemen gerakan rakyat. Sudah saatnya mahasiswa bersatu dengan rakyat bersatu untuk berjuang mengakhiri alam neoliberal yang menjajah ini. Maka kami Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif kota Bandar Lampung merumuskan program perjuangan untuk kemandirian bangsa sebagai berikut:

PROGRAM MENDESAK secara nasional yaitu:
1. Pendidikan gratis, Ilmiah dan demokratis
2. kesehatan gratis dan berkualitas
3. cabut UU BHP, PMA, perpres No. 27 th. 2007, UU kelistrikan, UU Ketenagakerjaan
4. tanah, modal dan teknologi massal untuk petani
5. hapus outsourching sistem kerja kontrak
6. tetapkan upah minimun nasional standar KHL nasional
7. naikkan gaji prajurit TNI-POLRI
8. tunjangan fungsional untuk guru honorer
9. tolak kenaikan TDL
10. usut tuntas Century gate, tangkap dan adili markus

TUNTUTAN PERJUANGAN di tingkatan daerah yaitu:
1. sekolah gratis 12 tahun
2. tuntaskan kasus agraria di bandar lampung
3. jaminan kesehatan daerah untuk seluruh rakyat untuk rakyat miskin tanpa terkecuali
4. naikkan upah buruh sesuai KHL
5. bangun industrialisasi daerah untuk kesejahteraan rakyat
6. tinjau ulang program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
7. hentikan pemadaman listrik bergilir di kota bandar lampung

TRIPANJI PERSATUAN NASIONAL:

• NASIONALISASI INDUSTRI TAMBANG ASING
• HAPUS HUTANG LUR NEGERI
• BANGUN INDUSTRIALISASI NASIONAL UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT

Hentikan Penjajahan Modal Asing!
Mahasiswa-Rakyat Bersatu Bangun Kemandirian Nasional!