Menu Utama

Rabu, 12 Mei 2010

l

Lounching EK-LMND Tanggamus" Pendidikan Gratis 12 tahun"


TENGGAMUS, Berdikari Online: Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Tenggamus menuntut kepada pemerintah setempat untuk segera menerapkan pendidikan gratis selama 12 tahun kepada seluruh jenjang pendidikan.

Tuntutan tersebut disampaikan saat lebih 30-an orang aktivis LMND menggelar aksi massa di Kantor Bupati Tenggamus, Rabu (12/5), sekaligus sebagai launching kepengurusan baru LMND Eksekutif Kota Tenggamus.

Aris Setiyanto, ketua LMND Tenggamus, menyatakan bahwa tuntutan tersebut bukan tanpa alasan, sebab daerah ini terkenal dengan sumber daya alam dan potensi ekonomi lainnya yang sangat besar, diantaranya perdagangan dan industri pengolahan.

Secara nasional, Aris mengatakan, pemerintahan SBY pun memiliki kesanggupan untuk menerapkan pendidikan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia, asalkan ada komitmen dan keberpihakan kepada kepentingan nasional.

Hanya saja, menurut Aris, pemerintahan SBY justru memilih untuk melemparkan dunia pendidikan ke dalam mekanisme pasar, sehingga sebagian besar rakyat Indonesia kehilangan akses untuk mendapatkan pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi.

Selain itu, LMND juga menyoroti soal penggunaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang tidak tepat sasaran. Akibat dari kesalahan itu, sebagian besar siswa tetap harus dikenai biaya pendidikan yang cukup tinggi, katanya.

Untuk mencegah kebocoran anggaran tersebut, LMND Tenggamus akan mendatangi sekolah-sekolah dan mengecek alokasi penggunaan dana BOS tersebut.

Jumat, 07 Mei 2010


Pancasila, dari Trauma ke Persatuan Anti Neolib
Share
Today at 8:06am

De-Sukarnoisasi ala Orde Baru

“Lahirnya Pantjasila, Membangun Dunia Kembali, dan Penfjelasan Manipol/Usdek adalah merupakan rangkaian jang sangkut bersangkut untuk harus kita ketahui dalam alam sekarang ini jaitu untuk menudju masjarakat Sosialis Indonesia.”

(Kuitipan dari Buku “Seri Tanja-Djawab Buku2 Manipol: 260 Tanja Djawab Lahirnja Pantjasila, Membangun Dunia Kembali (to build the world new), Pendjelasan Manipol-Usdek”. Penerbit Miswar Djakarta, tjetakan pertama, 1965” hal. 7)


Banyak kamerad di kalangan kaum gerakan dan intelektual yang cukup kaget saat mengetahui Pancasila coba diangkat Partai Rakyat Demokratik (PRD) dari “lumpur kenistaan” ke tempat yang lebih bersih, terang dan tinggi. Sebagiannya malah keblinger, menuduh PRD sudah bergeser ke sebelah kanan, PRD sudah ditunggangi intelejen negara, PRD akan menjadi organisasi reaksioner, PRD akan melakukan penataran P4 seperti layaknya di zaman kegelapan dahulu, dan lain-lain dan sebagainya. Namun, semua itu justru menyiratkan pendeknya ingatan kolektif rakyat kita tentang Pancasila. Sangat disayangkan hanya Pancasila yang “kanan”, Pancasila yang “pembunuh”, dan Pancasila yang “bengis” a’la Jenderal Suharto yang masih diingat, bukan Pancasila yang sesuai keinginan sang penggali Ir. Sukarno: Pancasila yang kiri.

Stigma kanan Pancasila diperoleh dari hasil pendistorsian panjang Orde Baru. Karena banyak aktivis dan intelektual oposan kerap menjadi “korban” represi/intimidasi dari kelompok-kelompok yang mengklaim membela Pancasila, maka adalah wajar jika rasa trauma terhadap segala yang berbau Pancasila atau asas tunggal masih agak lekat. Mimpi buruk selama Orde Baru ini belum ditinggal, masih dibawa-bawa sehingga menjadi beban psikologis (semacam mental blocking) sampai sekarang.

Bukan salah kaum muda yang lahir di zaman Orde Baru jika mereka tak mampu mengingat Pancasila-nya Ir. Sukarno. Yang salah tetap adalah Jenderal Suharto yang telah mendistorsi esensi Pancasila selama 32 tahun (1965-1998). Selama itu pula Pancasila tampil dalam raut wajah yang bengis dan kejam. Namun, seperti kita menghadapi penyakit-penyakit mental umumnya, trauma yang diderita akibat Pancasila Orde Baru tidak boleh dipersalahkan, apalagi dihakimi, yang seharusnya dilakukan adalah mengobatinya (healing).

Jika diurai, sebenarnya trauma terhadap Pancasila berakar pada dua hal sbb:

1. Devide et impera antara Pancasila dengan Kaum Kiri

Pada pertengahan tahun 1965-1967, selagi Jenderal Suharto tengah melakukan “kudeta merangkak” (creeping coup, pen: baca buku terbaru John Roosa tentang Dalih Pembunuhan Massal), ia menyempatkan menetapkan tanggal 1 Oktober 1965 sebagai Hari Kesaktian Pancasila melalui Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat tanggal 17 September 1966 (Kep 977/9/1966). Narasi tunggal yang hendak didesainnya saat itu adalah seakan-akan Pancasila sebagai dasar negara berusaha diserang oleh kaum kiri, dan ia adalah satu-satunya pahlawan penyelamat Pancasila. Dengan dalih penyelamatan tersebutlah, Jenderal Suharto seperti mendapat restu untuk membunuh secara massal ratusan ribu sampai jutaan kaum kiri di Indonesia hanya dalam waktu 3 tahun. Kesuksesan adu domba tersebut diteruskan untuk selama masa 32 tahun berikutnya, di mana Pancasila selalu dijadikan momok untuk membungkam sisa-sisa kaum kiri (yang selamat dari pembunuhan massal atau bebas dari penjara/kamp kerja paksa) ataupun kaum kiri baru yang lahir di era 1980an (seperti PRD). Maka dari itu, kita boleh saja untuk ke depannya membulatkan tekad, mengusulkan untuk pergantian nama tanggal 1 Oktober dari Hari Kesaktian Pancasila menjadi Hari Kesaktian Orde Baru.

2. Pembohongan Asal Usul Pancasila

Sebuah kebohongan pun jika dipropagandakan ribuan kali dapat bermutasi menjadi sebuah kebenaran publik. Itu adalah teknik dari Menteri Propaganda Nazi Jerman Goebbels yang biasa disebut “Big Lie”, yang ternyata dipraktekkan dengan sangat baik oleh Jenderal Suharto di Indonesia selama 32 tahun pemerintahannya. Kebohongan/distorsi terutama dari Jenderal Suharto adalah tentang tanggal lahir dan penggali sejati Pancasila, yang dipropagandakan intensif melalui Pelajaran Sejarah dan Perjuangan Bangsa (PSPB) dan penataran-penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Orde Baru menyebut, bahwa tanggal 18 Agustus 1945 adalah hari lahir Pancasila dan Mr. Mohammad Yamin adalah penggalinya. Padahal yang sebenarnya adalah Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dan Ir. Sukarno adalah penggalinya. Jelas sekali ini adalah upaya de-Sukarnoisasi yang “sistemik”. Meski kemudian kebohongan ini sempat dibantah oleh testamen Dr. Mohammad Hatta pada tahun 1976 , Orde Baru tetap tidak bergeming hingga Reformasi menggulingkannya. Baru setelah itu penataran P-4 dibubarkan, PSPB dicabut, dsb.

Dapat dirangkai dari kedua akar di atas, bahwa trauma terhadap Pancasila sejatinya disebabkan oleh mega proyek de-Sukarnoisasi Orde Baru. Taktik Orde Baru ini pun bukan tanpa alasan yang strategis, mengingat betapa kuatnya persatuan antara kaum kiri bersama Ir. Sukarno menjelang 1965. Pada masa itu kaum kiri adalah pendukung sejati Ir. Sukarno, karenanya untuk melumpuhkan politik Ir. Sukarno, kaum kiri harus dipisahkan darinya dan dihabisi terdahulu. Barulah Ir. Sukarno menjadi lemah dan mudah digulingkan, setelah terlebih dahulu diisolasi dari rakyat yang menjadi energi perjuangannya sejak muda.

Akhirnya sejarah mencatat, bahwa Pancasila yang awalnya dilahirkan Ir. Sukarno untuk memerangi imperialisme dan kolonialisme, berdistorsi menjadi alat yang digunakan Jenderal Suharto untuk tanpa keadilan mempersilahkan datangnya penjajahan gaya baru selama 32 tahun dan tanpa kemanusiaan menghabisi lawan-lawan politiknya.


Pancasila untuk Persatuan Anti Neoliberal

"Lima Sila ini kalau disatukan menjadi kepal akan menjadi tinju untuk menunju imperialis, lawan-lawan bejat, lawan-lawan kemerdekaan, penjajah yang menjajah Indonesia. Ini kepal rakyat Indonesia yang bersatu!"

(Cuplikan pidato Soemarsono, pimpinan Pemuda Republik Indonesia dan kader Partai Komunis Indonesia (PKI) ilegal pada tanggal 21 September 1945 di tengah RAPAT SAMUDERA yang dihadiri 150 ribu massa Marhaen di Stadion Tambaksari. Dikutip dari Buku Revolusi Agustus, Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah, penerbit Hasta Mitra, 2008, hal. 37)


Obat dari trauma rakyat terhadap Pancasila hanyalah pembangkitan kembali ingatan kolektif perjuangan rakyat merebut (kembali) kedaulatan nasional sepanjang periode 1945-1965. Ingatan suram tentang Pancasila yang “reaksioner” di masa Orde Baru harus ditinggalkan, sedangkan ingatan tentang Pancasila yang “revolusioner” di masa Ir. Sukarno harus terus menerus digali kembali.

Pancasila yang akan kita emban bukanlah Pancasila-nya Orde Baru yang mengizinkan ExxonMobil, Freeport, Chevron, Inco, Vico, BHP Billiton, Thiess, ConocoPhilips, GoodYear, Total, Newmont, dll menjajah kekayaan alam bangsa. Pancasila yang kita ingin munculkan kembali adalah yang digunakan oleh Ir. Sukarno sebagai “pembenaran” untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, mengusir modal asing yang menghisap jauh-jauh dari bumi Indonesia (dengan atau tanpa ganti rugi). Jika dikontekstualisasi ke zaman ini mungkin tidak akan jauh berbeda: bukan Pancasila yang mengabdi kepada rezim neoliberalisme, tetapi Pancasila yang mendamba akan kedaulatan nasional sepenuhnya demi keadilan sosial seluas-luasnya menuju sosialisme Indonesia.

Dengan perkataan lain, Pancasila yang akan kita amalkan harus memiliki semangat anti penjajahan, anti penghisapan manusia atas manusia ataupun penghisapan bangsa atas bangsa, semangat pembebasan nasional menuju cita-cita sosialisme Indonesia seperti digariskan oleh Pembukaan UUD 1945.

Dengan berpegangan pada Pembukaan UUD 1945, kita dapat merangkum setiap esensi dari perjuangan anti neoliberal di semua sektor rakyat ke dalam butir-butir Pancasila. Dari sari-sari perjuangan kita di lapangan perburuhan, kaum miskin perkotaan, petani, hingga mahasiswa-pelajar dan kebudayaan dapat kita sempalkan semua ke dalam Pancasila. Dan masing-masing sektor dapat saling mendukung perjuangan di sektor lainnya secara bahu membahu, holobis kuntul baris. Inilah watak sejati Pancasila yang lebih dikenal sejak masa nenek moyang kita dengan istilah gotong royong (1) .

Semisal dalam soal outsourcing dan sistem kerja kontrak, kita akan bilang bahwa konsep labour flexibility milik neoliberal tersebut bertentangan dengan pengamalan Sila ke 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sekaligus juga Sila ke 5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Atau semisal juga tentang maraknya penggusuran kampung kumuh di perkotaan yang mengekspresikan program City Without Slump milik neoliberal, kita juga dapat bilang itu melanggar sila ke 2 dan ke 5. Artinya, sepanjang Menakertrans masih “mengamalkan” sistem outsourcing dan kontrak yang menghisap kaum buruh se-Indonesia; atau sepanjang Gubernur DKI Jakarta masih rajin “mengamalkan” penggusuran terhadap anak jalanan dan perkampungan kumuh, sepanjang itu jualah mereka dengan sengaja telah melanggar Pancasila sila ke 2 dan ke 5 sekaligus. Menjadi sah kemudian jika kita jatuhkan tudingan bahwa Muhaimin Iskandar adalah musuh Pancasila, karena masih membiarkan kaum buruh Indonesia bergelimang dalam perbudakan modern; dan Fauzi Bowo juga adalah musuh Pancasila, karena tidak pernah melindungi hak hidup warga miskin Jakarta. Gampangnya, kedua oknum pejabat tersebut adalah musuh Pancasila, maka mereka adalah musuh bersama kaum buruh dan kaum miskin kota.

Kesimpulan akhir: neoliberal dan semua operatornya adalah musuh Pancasila; dan semua kaum yang dirugikan (oleh neoliberal) wajib bergotong royong bersatu dalam aksi menentangnya.


*****


(1) Pada sidang di mana Ir. Sukarno berpidato tentang Pancasila tanggal 1 Juni 1945, ia diminta oleh pimpinan sidang untuk memerah Pancasila (5) menjadi Trisila (3) dengan pertimbangan lima sila masih terlalu panjang. Ia menyanggupi dan menyebutkan Trisila, yaitu Sosio-demokrasi, Sosio-nasionalisme, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan. Namun pimpinan sidang masih kurang puas dan menantang Ir. Sukarno apakah dapat memerah tiga sila menjadi satu sila saja. Dan Ir. Sukarno kembali menyanggupi, ia menyebut Gotong Royong (pen






“Pancasila jangan sebatas wawasan saja, tetapi harus menjadi ideologi aksi dalam praktek.”


Joesoef Isak dalam suatu tulisan pengantar di tahun 2008 (sebelum tutup usia)







“Tetapi Republik Indonesia menghadapkan kita dengan satu keadaan jang istimewa. Rakjat adalah beraneka ragam, beraneka adat, beraneka ethnologi. Rakjat yang demikian itu membutuhkan satu “dasar pemersatu”. Dasar pemersatu itu adalah Pantjasila.”


Ir. Sukarno, dalam suatu sambutan tanggal 17 Agustus 1955

Launching EK LMND Bandar Lampung

LIGA MAHASISWA NASIONAL UNTUK DEMOKRASI(LMND)
Eksekutif kota bandar lampung
Alamat: Jl. ZA Pagar ALam Gg. langgar no.30 Kedaton Bandar Lampung
Moible: 085658984846, 085789794938
________________________________________________________________________________________
Launching program perjuangan liga mahasiswa nasional untuk demokrasi
“cukup sudah jadi bangsa kuli, bangkit jadi bangsa mandiri”

Perkembangan situasi terakhir semakin menunjukkan pada kita bahwa bangsa sebesar Indonesia harus memasuki kembali era perbudakan modern. Di mana faktor karakter pemerintahan saat ini yang sangat mendukung kepentingan pihak asing di Indonesia. Berikut adalah pokok yang dilakukan pemimpin negeri ini:

Bangsa kita menjadi bangsa yang sama sekali tidak mandiri.Elit penguasa negeri ini menggadai dengan harga murah hampir seluruh sumber daya alam kita. Sebagai contoh pada industri perminyakan, alur produksi yang meliputi sector hulu (eksplorasi pertambangan)hingga sector hilir(pendistribusiannya)telah didominasi oleh perusahaan multinasional(asing)seperti Shell, Exxon Mobile, dll. Ini artinya, pihak yang memperoleh keuntungan lebih adalah berbagai perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia.. Demikian pula pada sector perdagangan ketika pemerintahan SBY dengan sembrononya meratifikasi kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China(CAFTA), itu sama saja artinya dengan Indonesia akan dikembalikan ke masa colonial yaitu, deindustrialisasi nasional(kehancuran industri), ekspor bahan baku dan energi secara ekstensif, dan pasar dalam negeri didominasi komoditi asing karena rendahnya nilai tambah nasional. Sedang dampak dari diberlakukannya CAFTA bagi mahasiswa adalah, kehancuran industri nasional mengakibatkan kesempatan kerja bagi sarjana-sarjana muda akan semakin mengcil, dan itu berari jumlah pengangguran di Indonesia akan bertambah lagi dengan diwisudanya kawan-kawan.

Kehadiran mahasiswa dengan kecerdasan yang dimiliki, saat ini sangat dinantikan oleh rakyat, karena dalam sejarah mahasiswa memiliki pengalaman menjadi pelopor perubahan karena mampu menyatukan elemen gerakan rakyat. Sudah saatnya mahasiswa bersatu dengan rakyat bersatu untuk berjuang mengakhiri alam neoliberal yang menjajah ini. Maka kami Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif kota Bandar Lampung merumuskan program perjuangan untuk kemandirian bangsa sebagai berikut:

PROGRAM MENDESAK secara nasional yaitu:
1. Pendidikan gratis, Ilmiah dan demokratis
2. kesehatan gratis dan berkualitas
3. cabut UU BHP, PMA, perpres No. 27 th. 2007, UU kelistrikan, UU Ketenagakerjaan
4. tanah, modal dan teknologi massal untuk petani
5. hapus outsourching sistem kerja kontrak
6. tetapkan upah minimun nasional standar KHL nasional
7. naikkan gaji prajurit TNI-POLRI
8. tunjangan fungsional untuk guru honorer
9. tolak kenaikan TDL
10. usut tuntas Century gate, tangkap dan adili markus

TUNTUTAN PERJUANGAN di tingkatan daerah yaitu:
1. sekolah gratis 12 tahun
2. tuntaskan kasus agraria di bandar lampung
3. jaminan kesehatan daerah untuk seluruh rakyat untuk rakyat miskin tanpa terkecuali
4. naikkan upah buruh sesuai KHL
5. bangun industrialisasi daerah untuk kesejahteraan rakyat
6. tinjau ulang program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
7. hentikan pemadaman listrik bergilir di kota bandar lampung

TRIPANJI PERSATUAN NASIONAL:

• NASIONALISASI INDUSTRI TAMBANG ASING
• HAPUS HUTANG LUR NEGERI
• BANGUN INDUSTRIALISASI NASIONAL UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT

Hentikan Penjajahan Modal Asing!
Mahasiswa-Rakyat Bersatu Bangun Kemandirian Nasional!

Kamis, 06 Mei 2010

Tentang LMND

sebuah organisasi politik ekstra-kampus skala nasional berbentuk Liga yang dibentuk pada tanggal 9-11 Juli 1999 di Bogor oleh 20 komite aksi mahasiswa yang aktif dalam proses Reformasi. Seiring perkembangan dialektika antara situasi ekonomi politik nasional dan situasi internal organisasi, sampai saat ini LMND telah berhasil meluas dan hadir di 22 provinsi dan lebih dari 49 kota.

Apa tujuan LMND didirikan dan bagaimana perjalanan

organisasinya?

Seperti digariskan pada AD/ART-nya, LMND bertujuan untuk menghancurkan sistem yang menindas hak-hak rakyat untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis, berkeadilan sosial dan berkedaulatan rakyat.

Begitulah yang terumus di garis organisasi. Sedangkan perjalanan organisasinya adalah sebagai berikut: LMND pada awalnya didirikan pada tahun 1999 sebagai respon komite-komite aksi mahasiswa yang progresif dan radikal terhadap kegagalan proses Reformasi menjawab tuntutan rakyat pada saat itu, yaitu: pembentukan pemerintahan persatuan rakyat

dan pengenyahan sisa Orde Baru (Dwi Fungsi ABRI dan Golkar). Konsisten dengan garis perjuangan anti-Orde Baru-nya, pada tahun 2001 LMND memberikan dukungan penuh pada tindakan demokratik Presiden Abdurachman Wahid (Gus Dur) untuk menyapu habis sisa-sisa Orde Baru yang masih menggeliat gelepar. Saat itu, bersama kelompok pro-Gus Dur lainnya, LMND harus berhadapan dengan koalisi besar yang anti Gus Dur sebuah koalisi taktis dari elemen reaksioner sisa Orde Baru (Militer, Golkar, PPP) dan sebagian elemen yang mendapat keuntungan dari proses Reformasi seperti PDIP, PAN, PKS, dll. Saat itu, karena keraguan-raguan Gus Dur, koalisi yang dimotori oleh Orde Baru menang dan Gus Dur terguling. Kemudian, naiklah Megawati Sukarnoputri (PDIP) dan Hamzah Haz (PPP) sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Seiring itu, dimulai pula restrukturisasi sisa kekuatan Orde Baru dan penerapan proyek neoliberalisme di Indonesia.