Menu Utama

Sabtu, 31 Maret 2012

Gelombang Protes Kenaikan Harga BBM Di Lampung


Kamis, 29 Maret 2012 | 14:55 WIB •

Berbagai elemen pergerakan di Lampung beramai-ramai turun ke jalan untuk memprotes kenaikan harga BBM, Kamis (29/3/2012). Berbagai elemen itu menyuarakan tuntutan yang sama: menolak kenaikan harga BBM dan TDL.
Ada tiga aliansi besar yang menggelar aksi, yakni Aliansi BEM yang berkumpul di depan hote Sheraton, Aliansi LSM di tugu Adipura Bandar Lampung, dan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Lampung (GMPL).
GMPL, yang merupakan aliansi organisasi pemuda dan mahasiswa, mengerahkan sedikitnya 300-an massa aksi. GMPL menggelar aksinya di kantor Gubernur Provinsi Lampung.
“Rezim Kapitalistik ini semakin memperjelas watak anti rakyatnya dengan menaikkan harga BBM pada 1 April mendatang. Mereka sama sekali tak peduli akan dampaknya yang sangat buruk,” kata korlap aksi, Anasrin, saat berorasi dalam aksi tadi.
GMPL mencoba menggelar aksi simpatik. Ratusan bendera menciptakan kesan menarik, ditambah poster dan spanduk berukuran besar. Mereka memulai aksinya dari Perpustakaan Daerah menuju Kantor Gubernur Lampung.
Ketua HMI cabang Lampung, Fitra, mengatakan, rejim SBY harus diturunkan jika tetap bersikeras menaikkan harga BBM dan TDL. “Rezim SBY sudah gagal. Kita tidak bisa lagi mempercayainya memimpin bangsa,” katanya.
Hal senada disampaikan ketua LMND Lampung, Isnan Subkhi. Ia menggaris-bawahi buruknya politik energi dibawah pemerintahan SBY. Katanya, di bawah rezim SBY, sumber-sumber energi Indonesia tidak dimanfaatkan untuk kepentingan nasional. Sebaliknya, sebagaian besar sumber energi itu diobral untuk dikelola asing dan keuntungannya diangkut keluar negeri.
Meski dijaga ketat oleh aparat kepolisian, massa aksi GMPL bisa masuk ke halaman kantor Gubernur tanpa halangan berarti. Massa aksi menggelar orasi secara bergantian dan menuntut Pemda Lampung mengeluarkan sikap menolak kenaikan harga BBM.
SADDAM CAHYO

Pemuda Dan Mahasiswa Lampung Tolak Kenaikan Harga BBM


Kamis, 22 Maret 2012 | 12:53 WIB •

Sekitar 80-an orang pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Lampung (GMPL) menggelar aksi massa di Bundaran Tugu Adi Pura Bandar Lampung, Kamis (22/3/2012). Mereka menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM.
“Kebijakan menaikkan harga BBM sama sekali bukan pilihan yang tepat bagi rakyat Indonesia yang sudah sangat miskin saat ini,” kata Riko, seorang aktivis dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Kenaikan harga BBM, bagi Riko, akan mempertebal tumpukan penderitaan yang harus ditanggung oleh rakyat. Terutama sekali, kenaikan harga barang kebutuhan rakyat yang selalu terjadi saat kenaikan harga BBM.
Meski aksi ini berjalan cukup damai, tetapi polisi mendatangkan dua mobil water canon. Massa aksi juga sempat dibuat gerah oleh tindakan polisi mengalihkan seluruh mobil dan kendaraan yang hendak melalui jalan di sekitar lokasi aksi. Akibatnya, lokasi aksi pun sepi dari masyarakat yang lalu-lalang.
Polisi baru membuka kembali blokade jalan setelah didesak oleh mahasiswa. Akhirnya, kawasan Tugu Adipura Bandar Lampung ini pun kembali ramai. Massa aksi pun melanjutkan orasi-orasi politiknya.
Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lampung, Isnan Subkhi, menyoroti kegagalan rezim SBY yang sudah berkuasa dua periode. Menurutnya, rejim SBY sudah gagal dalam berbagai hal: pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, sosial-budaya, dan lain-lain.
Faktor penyebab kegagalan itu, kata Isnan, bermuasal dari kebijakan neoliberal yang ditempuh oleh SBY. Berbagai kebijakan neoliberal itu membuat SBY mengobral kekayaan alam bangsa, menyerang hak-hak pekerja, meliberalisasikan pasar, memprivatisasi layanan publik, dan mencabut subdisi untuk rakyat.
GMPL merupakan gabungan dari puluhan organisasi, seperti ; PMKRI, LMND, GMKI, SMI, PMII, FMN, HMI, GMNI, GMKI, LM Nasdem, KNPI, BEM UBL, BEM EKONOMI, GPN, SATMA PP, SRMI, dan HUMANIKA.
SADDAM CAHYO

Mahasiswa Lampung Bangun Posko Tolak Kenaikan Harga BBM


Selasa, 20 Maret 2012 | 14:00 WIB •

LAMPUNG (BO): Dalam rangka menggalang perlawanan rakyat secara luas, aktivis Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Lampung (GMPL) membangun posko tolak kenaikan harga BBM. Posko itu berdiri di dua tempat, yaitu di Bundaran Air Mancur Universitas Lampung dan pintu masuk Kampus IAIN Raden Intan Bandar Lampung.
Posko ini sudah berdiri sejak hari Senin (19/3/2012) dan direncanakan berlangsung selama tiga hari. Rencananya, pada hari terakhir, 22 Maret 2012, posko ini akan mengggelar aksi besar-besaran.
“Posko ini akan menggalang dukungan dan mengajak seluruh warga kampus untuk bersama menolak kenaikan harga BBM dan TDL,” kata koordinator aksi, Raja, yang juga anggota Front Mahasiswa Nasional (FMN), di Bandar Lampung (20/3/2012).
Sejauh ini, aktivitas posko adalah menggalang tanda-tangan untuk penolakan kenaikan harga BBM dan TDL. Selain itu, posko juga membuka ruang kepada masyarakat luas untuk diskusi melingkar membahas dampak kenaikan harga BBM.
Sejumlah aktivis juga terlihat melakukan orasi-orasi politik. Sementara sejumlah mahasiswa lainnya membagi-bagikan selebaran.
Menurut Ketua LMND Lampung, Isnan Subkhi, SBY seharusnya insyaf setelah tiga kali menaikkan harga BBM dan kebijakan itu sangat menjepit kehidupan rakyat.
“Ini malah merajut dan membuat kita dengan dana kompensasi BBM. Jelas, itu bukan solusi atas dampak kenaikan harga BBM yang dirasakan rakyat,” kata Isnan.
GMPL merupakan gabungan puluhan organisasi mahasiswa dan gerakan rakyat di Lampung, seperti PMKRI, GMKI, LMND, FMN, HMI, PMII, LMND, SRMI, SMI, GMKI, dan GMNI.
SADDAM CAHYO | TOGAR HARAHAP

Naikkan Harga BBM Karena Alasan Defisit APBN Dipertanyakan

Selasa, 13 Maret 2012 | 5:37 WIB • 0 Komentar

Defisit APBN sebagai alasan menaikkan harga BBM terus digugat. Pasalnya, jika dibandingkan dengan pos belanja yang lain, anggaran untuk subsidi BBM masih lebih rendah.
“Anggaran subsidi BBM masih lebih rendah dibanding anggaran untuk pembayaran utang luar negeri dan belanja birokrasi. Cekaknya APBN Karena lebih banyak dialokasikan ke belanja rutin seperti gaji Pegawai, pembelin RANDIS, dan perumahan Dinas,” ujar Yohana Caroline, aktivis dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMRI), di Lampung (12/3/2012).
Hal itu disuarakan Yohana saat ia bersama kawan-kawannya dari Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Lampung (GMPL) menggelar aksi massa menolak kenaikan harga BBM di Bundaran Tugu Adipura Bandar Lampung, Senin (12/3/2012).
Dalam aksinya, GMPL membawa sejumlah spanduk dan poster berisikan tuntutan. Diantara berbunyi “Kalau Mau Hemat APBN, Bukan Cabut Subsidi BBM, Tapi Hentikan Bayar Utang Luar Negeri”.
Mahasiswa memulai aksinya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Darah Juang. Setelah itu, Yohana Caroline, aktivis dari PMKRI, membacakan puisi karya aktivis mahasiswa tahun 1960-an, Soe Hok Gie.
Selain menyoroti soal APBN, GMPL juga mencium adanya agenda liberalisasi sektor migas di balik rencana kenaikan harga BBM.
“Ini tujuannya jelas liberalisasi. Kenaikan harga merupakan upaya menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan harga pasaran,” kata Isnan Subkhi, aktivis dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND).
Menurut Isnan, politik energi di Indonesia cenderung disetir oleh kepentingan asing. Ini nampak jelas dengan hadirnya regulasi dan kebijakan yang sangat menguntungkan kepentingan asing.
“UU nomor 22 tahun 2001 tentang migas itu sangat pro-liberalisasi. UU itu justru membuka pintu bagi asing untuk menguasai sumber-sumber migas Indonesia. Pengelolaan migas juga hendak diarahkan pada mekanisme pasar,” ungkap Isnan.
Karena itu, Isnan menyerukan agar pengelolaan energi segera dikembalikan pada semangat pasal 33 UUD 1945. Di situ, kata Isnan, pengelolaan energi harus mengutamakan kesejahteraan rakyat.
GMPL merupakan gabungan sejumlah organisasi pergerakan mahasiswa di Lampung, seperti PMKRI, LMND, KAMMI, FMN, SMI, GMKI, PMII, GMNI, KMHDI, dan HUMANIKA.
TOGAR HARAHAP

Peringati Malari; Mahasiswa Lampung Turun Ke Jalan

Senin, 16 Januari 2012 | 12:48 WIB • 0 Komentar
Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda se-Lampung menggelar aksi longmarch, Senin (16/01). Mereka memulai aksinya dari Hotel Sheraton menuju Kantor Gubernur Lampung. Aksi tersebut dimaksudkan untuk memperingati Malapetaka Lima Belas Januari atau sering disebut sebagai Peristiwa Malari.
Dalam aksinya para mahasiswa menuntut kepada pemerintah untuk menegakkan kedaulatan bangsa. Valentinus Andi, koordinator lapangan aksi, dalam orasinya menegaskan bahwa pemerintahan SBY Budiono harus segera menghentikan sistem neoliberalisme yang telah membuat hancurnya industrialisasi nasional. Lebih jauh Andi menegaskan pemerintah harus segera membangun kemandirian bangsa.
Senada dengan Andi, Isnan Subkhi, ketua Wilayah LMND Lampung, menyatakan akar persolan pokok bangsa ini sejak dari peristiwa Malari sampai sekarang masih sama, yaitu sistem kapitalisme dengan modal asingnya yang menghancurkan setiap sendi kehidupan bangsa. “ Konflik agraria di indonesia yang tengah terjadi saat ini juga diakibatkan oleh modal asing,” terang Isnan.
Isnan juga menambahkan agar Hak atas Tanah untuk Masyarakat Persoalan Agraria harus segera di selesaikan oleh Pemerintah Provinsi Lampung, “segera selesaikan persoalan agraria dengan melaksanakan UUPA 1960 dan bentuk Panitia Nasional Penyelesaian Konflik Agrarian”. Tegasnya.
Gerakan Mahasiswa dan Pemuda se-Lampung adalah gabungan dari LMND, GMKI, GMNI,HUMANIKA, KMHDI, KAMMI, PMII dan PMKRI.

Togar Klan Harahap

Perlawanan Sondang Dan Refleksi Gerakan Mahasiswa

Kamis, 12 Januari 2012 | 12:25 WIB

Opini
Oleh : Saddam Cahyo

Beberapa bulan terakhir terjadi dinamika yang sangat cepat di tengah-tengah berbagai spektrum gerakan mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satunya adalah meninggalnya Sondang Hutagalung (22), mahasiswa tingkat akhir Universitas Bung Karno, pada 10 Desember 2011 lalu, setelah tiga hari meregang nyawa di RSCM dengan 98% luka bakarnya. Ia melakukan melakukan aksi heroik dengan membakar diri di depan Istana Negara.
Tak urung kejadian ini segera menjadi wacana ‘panas’ ditengah masyarakat luas dan dan beragam penilaian pun muncul. Banyak pihak bersikap mendukung dan menggelar solidaritas untuk Sondang. Mereka seolah ‘terbakar’ oleh api semangat dan kekecewaan Sondang atas morat-maritnya kondisi bangsa ini. Tapi, tak sedikit pula yang menganggap tindakan Sondang sebagai tindakan konyol. Bahkan, ada pihak yang tak segan menganggap ini dampak gangguan psikologis kejiwaan.
Memaknai Aksi Sondang
Emile Durkheim dalam karyanya ‘Le Suicide’ (1897) berusaha menjelaskan adanya keteraturan pola bunuh diri seseorang dan berbagai latarnya. Durkheim, misalnya, berbicara tentang konsep bunuh diri altruistik dalam masyarakat yang punya ikatan sosial yang kuat. Biasanya, bunuh diri seperti ini dilakukan sebagai bentuk pengorbanan untuk kelompok dan itu dilakukan ketika kekacauan melanda masyarakatnya.
Berangkat dari pemahaman di atas, kita bisa memahami bahwa aksi bakar diri Sondang merupakan aksi politik yang sadar dan terencana. Ia memilih istana negara, simbol dari rejim yang dianggap gagal, sebagai sasaran aksinya. Selain itu, aksinya dilakukan dilakukan menjelang dua momentum besar: peringatan hari anti-korupsi dan hari HAM sedunia.
Terlebih lagi, dari berbagai informasi di status facebook-nya, pesan singkat kepada kawannya, dan latar-belakangnya sebagai penggiat HAM, Sondang tentu mengetahui dengan detail tentang aksi bakar diri seorang anak muda yang memicu revolusi di Tunisia dan Mesir.
Tetapi, terkait dampak politis dari aksi Sondang, ada dua persoalan yang muncul: Pertama, lemahnya reaksi kritis dari mayoritas mahasiswa dalam menyambut tindakan heroik Sondang. Kedua, munculnya upaya pengsakralan sosok Sondang, sebagai martir perubahan, yang justru mereduksi pesan luas yang hendak disampaikannya. Pengsaklaran ini, misalnya, mengundang respon negatif dari kalangan masyarakat yang kurang setuju dengan pilihan metode aksinya.
Sementara itu, Abi Hernanda Manurung (25), seorang mahasiswa Universitas Asahan, memanjat tower komunikasi di stasiun KA Kisasan Sumatera Utara (sumber: SCTV, 30/12). Aksi Abi ini ditujukan untuk solidariras Sondang dan sekaligus mengecam kegagalan pemerintahan kabupaten Asahan dalam menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam aksinya itu, aksi berteriak-teriak di atas tower dan membentangkan spanduk berukuran besar. Sementara kawan-kawannya sibuk membagi selebaran kepada warga yang berkumpul saat melihat kejadian itu.
Dari kedua aksi ini, saya teringat istilah salah seorang pemimpin Revolusi Rusia, Leon Trosky, yaitu: Heroisme Pasifistik. Saat itu, Trotsky menanggapi metode gerakanahimsa yang dilakukan Mahatma Gandhi saat melawan imperialisme Inggris di India. Namun, agar menjadi ekspresi puncak dari ledakan akumulatif kemarahan rakyat atas suatu kondisi penindasan tertentu, setiap aksi Heroisme Pasifistik harus diletakkan pada prasyarat material yang objektif. Dengan demikian, aksi tersembut akan mendapat sambutan progresif dari massa rakyat yang terwakili ekspresinya.
Gerakan Konkret
Hal yang berbeda justru terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat. Di sana, mahasiswa yang kecewa dengan pemerintahan yang pro-modal asing, memilih melebur dalam perjuangan massa yang tindas sangat kejam oleh kolaborasi penguasa lokal dan pemilik modal. Dalam perjuangannya, meski menempuh model yang berbeda dengan Sondang, gerakan rakyat di Bima juga membawa duka: tiga pemuda gugur dalam perjuangan.
Tapi, dari berbagai uraian di atas, ada satu hal yang perlu dicatat: kondisi sosial-ekonomi-politik di Indonesia saat ini sangat berbeda dengan era Gandhi di India, juga dengan kondisi di Tunisia dan Mesir. Indonesia memiliki kekhususan kontradiksi di dalam masyarakatnya.
Indonesia, misalnya, sedang tidak dalam kondisi ekonomi politik klimaks dan tinggal menunggu waktu untuk diledakkan, sebagaimana pengalaman perjuangan melawan rejim Orde Baru dulu. Selain itu, gempuran neoliberalisme telah menghancurkan berbagai bentuk ikatan solidaritas. Rakyat kita benar-benar ter-fragmentasi dan mengalami disorganisasi sosial.
Berangkat dari situasi itu, menurut saya, hal yang paling mungkin dilakukan gerakan mahasiswa adalah merekonstruksi semangat gotong-royong. Dalam bentuk praktis, misalnya, adalah terbangungnya front persatuan di kalangan gerakan mahasiswa. Dan, selanjutnya adalah mendorong front multi-sektor.
Juga, yang tatkala pentingnya, mahasiswa sebagai intelektual organik mesti menceburkan diri dalam pembangunan gerakan rakyat. Sebab, pengalaman di berbagai tempat mengajarkan: neoliberalisme hanya bisa diruntuhkan oleh rakyat yang terorganisr dan teradikalisasi.
Penulis Aktivis Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Wilayah Lampung
*) Tulisan ini sudah dimuat di harian LAMPUNG POST, edisi 10 Januari 2011, dengan Judul ”Aksi Sondang dan Gerakan Mahasiswa”. Tulisan ini adalah versi asli penulis.