Menu Utama

Kamis, 03 Oktober 2013

Petani Lampung Tengah Protes Beroperasinya PT. Lambang Sawit Perkasa



Kamis, 23 Mei 2013 | 13:59 WIB 


Aksi massa ribuan petani Lampung di kantor DPRD Lampung, 2 April 2013. (Foto: LMND Lampung)
Ratusan petani dari tiga kampung di Lampung Tengah, yakni Sendang Ayu, Padang Ratu dan Surabaya, melakukan aksi pendudukan di lahan eks HGU PT. Sahang Bandar Lampung (SBL). Aksi tersebut merupakan bentuk protes keras atas beroperasinya PT. Lambang Sawit Perkasa (LSP) di atas lahan konflik tersebut.

“Kami mendatangi lahan dan melakukan aksi pendudukan sebagai bentuk protes keras atasnya beroperasinya PT. Lambang Sawit Perkasa. Ini adalah tanah milik petani yang dicaplok oleh PT. Sahang,” kata Ahmad Muslimin, aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang memimpin aksi petani ini.
Menurut Ahmad Muslimin, HGU PT. Sahang sendiri sudah berakhir, seharusnya lahan itu dikembalikan ke petani. Namun, ungkap Ahmad Muslimin, BPN Lampung pada tanggal 27 Maret 2013 lalu memberikan ijin kepada PT. LSP untuk melanjutkan IUP-B dan HGU PT Sahang yang notabene sudah habis.

“Keputusan Kakanwil BPN Lampung Najib Taufik, yang baru saja menjabat itu, telah melecehkan hukum dan rakyat. Sebab, keputusan itu telah mengangkangi keputusan sebelumnya terkait penyelesaian konflik ini, termasuk kemenangan Pemkab Lamteng melalui PTUN, bahwa tanah itu milik negara dan akan diredistrubusi ke petani,” paparnya.

Namun, ketika ratusan petani ini sedang menggelar aksi, pihak perusahaan memobilisasi 50-an preman bersenjata parang, badik, keris dan tombak. Preman-preman tersebut langsung menghadang dan memprovokasi para petani.

Tak hanya itu, salah seorang preman mengeluarkan pistol rakitan untuk menakut-nakuti petani. Tidak berhenti di situ, pihak intel Kepolisian juga menginformasikan bahwa ada masih ada ratusan preman yang dimobilisasi perusahaan yang sedang menuju ke aksi petani.

Melihat situasi itu, Kapolsek Padang Ratu Hermizi memerintahkan massa petani untuk menghentikan aksinya. Hal tersebut, katanya, untuk mencegah bentrokan antara petani dengan preman perusahaan.
Akhirnya, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, para petani memilih untuk mundur sementara ke kampung-kampung mereka sembari menjaga kampung dari aksi premanisme.

Namun demikian, kata Ahmad Muslimin, petani akan menyusun rencana perlawanan lanjutan untuk merebut kembali tanah yang memang menjadi hak kaum tani.

Saddam Cahyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar