Menu Utama

Senin, 17 Oktober 2011

Kritik Gerakan Pemuda Pasca Reformasi (Kado Untuk Hari Kebangkitan Nasional yang ke 83, 28 Okt 1928-28 Okt 2011)



Oleh : M. Aziz Satriya Jaya, SE. M.Si.*)

Dalam sejarah nya dibelahan dunia manapun, setiap perubahan selalu dimotori oleh kaum muda, karena pemudalah yang punya energi merubah, punya semangat berjuang, dan punya cita-cita dan harapan. Tak terkecuali sejarah Republik Indonesia dalam setiap tahap perubahan yang revolusioner dinegeri ini sudah tentu dimotori oleh kaum muda. Sejak tahun 1908 dimana kesadaran Pemuda yang tumbuh pada saat itu dibumi Nusantara adalah pentingnya sebuah alat perjuangan dalam rangka menyuarakan hak dan persamaan kedudukan antara sesama manusia, pada masa itu sebutan inlander bagi Bangsa Pribumi sangat membedakan kelas, yaitu kelas penjajah dan kelas yang dijajah. Alat perjuangan tersebut adalah perlunya dibangun organisasi tempat berkumpul menyatukan pendapat dan menyuarakan hak rakyat Indonesia sehingga bermunculanlah organisasi-organisasi pemuda seperti Syarikat Islam, Budi Oetomo dan lain-lain, dimana pada masa itu kesadaran berorganisasi sebagai alat perjuangan adalah kesadaran yang sangat revolusioner.

Pada tahun 1928 para pemudalah yang menjadi motor dan penggerak utama semangat persatuan kebangsaan, dimana saat itu Nusantara masih tersekat dengan watak kedaerahan dan terbatasi dengan adat budaya yang terkotak-kotak. Melihat kondisi semangat perlawanan rakyat anti penjajahan yang sangat menggebu akan tetapi terpecah-pecah dalam wilayah dan bangsa-bangsa yang tersebar dalam kawasan Nusantara mulai dari Aceh ada Teuku Umar, Sumatera Utara Sisingamangaraja XII, Sumatera Barat Tuanku Imam Bonjol, Sumatera Selatan Sultan Mahmud Badarudin, Lampung Raden Intan II, Jawa Barat Sultan Ageng Tirtayasa, Jawa Tengah Pangeran Diponegoro, Bali I Gusti Ngurah Rai, Sulawesi Selatan Sultan Hasanuddin, Maluku Pattimura, dan masih banyak lagi sederet nama tokoh-tokoh pejuang simbol perlawanan rakyat anti penjajahan dinegeri ini, namun tak satupun dari mereka yang mengalami kemenangan, karena masih bersifat kedaerahan dan belum ada persatuan.

Melihat kondisi bangsa yang mempunyai semangat untuk tidak tunduk dan patuh pada bangsa asing atau penjajah, tetapi masih bersifat kesukuan dan terkotak-kotak, maka kaum muda saat itu mempelopori persatuan Nusantara, atas dasar kesamaan nasib, kesamaan budaya letak geografis, dan kesamaan bahasa. Puncaknya pada tanggal 28 September 1928 pada kongres Pemuda Kedua yang dipelopori oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggotakan pelajar dari seluruh Indonesia, Tercetuslah peristiwa bersejarah tentang kesepakatan Kaum Muda Terpelajar Nusantara dengan apa yang kita kenal dengan Sumpah Pemuda, yaitu komitmen dan kesadaran bersama bahwa ;

1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia

2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.

3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Sejak Sumpah Pemuda tersebut maka perjuangan bangsa Indonesia memasuki babak baru yaitu persatuan kebangsaan yang dilatar belakangi kesadaran pentingnya sebuah persatuan dalam rangka perjuangan melawan penjajah.

Pada era selanjutnya setetalah memiliki kesadaran berorganisasi dan kesadaran persatuan, Gerakan Pemuda Indonesia terus maju berdialektika dengan zamannya. Gerakan Pemuda pada masa kemerdekaan dimana kelompok Liberal Belanda yang berkuasa disana menyebabkan kebutuhan baru di dalam kelompok-kelompok organisasi pemuda Indonesia untuk melakukan perjuangan politik yaitu dengan membangun dan membentuk partai politik, sehingga banyak organisasi Pemuda yang berubah menjadi Partai Politik seperti PNI yang dipimpin oleh Soekarno yang selanjutnya menjadi simbol perlawanan Rakyat Indonesia. Kelompok pemudalah yang memaksa Soekarno dan Hatta untuk segera Memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945, dimana Soekarno yang menjadi simbol perlawanan Bangsa Indonesia saat itu mempunyai sikap untuk menunggu Jepang memberikan Kemerdekaannya, Sementara kelompok pemuda melakukan penekanan dengan membawa Soekarno ke Rengas Dengklok dan memaksa untuk segera Memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.

Selanjutnya pergerakan Pemuda tahun 1965 muncul karena krisis ekonomi dan ketakutan akan Bahaya Komunisme, maka tampil kelompok Pemuda yang awalnya idealis seperti Soe Hok Gie (PSI), dan tokoh-tokoh HMI (Akbar Tanjung), PMKRI (Cosmas Batubara) dan sebagainya melakukan Demonstrasi anti Komunisme dan menentang Sokarno, sehingga muncullah apa yang disebut dengan Orde Baru. Bersamaan dengan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto awalnya pembangunan cukup terarah akan tetapi lama kelamaan Soeharto membangun Rezimnya dengan model kediktatoran dan Milter mempunyai peran dan fungsi yang ganda yaitu dwifungsi ABRI serta dengan mengekang dan menyatukan semua oraganisasi dibawah organisasi payung, sehingga terkebirilah sikap kritis organisasi yang ada seperti organisasi Pemuda disatukan dibawah KNPI, organisasi Petani disatukan dibawah HKTI, organisasi Nelayan dibawah HNSI, organisasi Guru dibawah PGRI, dan sebagainya, sehingga kekuasaan penuh dibawah kontrol “Bapak Pembangunan”
Akibat kepemimpinan Soeharto yang sangat diktator, maka berlakulah hukum Archimedes dimana air ditekan dengan tekanan tertentu maka akan memberikan dorongan balik sesuai dengan tekanan tersebut. Muncul kelompok studi-kelompok studi di Kampus yang mengkritisi Pemerintahan Soharto dan berhimpun dalam banyak kelompok salah satu diantaranya Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) kemudian menyebar dan berusaha mengorganisir massa rakyat antara lain kelompok buruh ada Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) , kelompok petani ada (Serikat Tani Nasional), dan selanjutnya diikuti oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi se- Indonesia sehingga pada tahun 1998 jatuh lah Rezim Soeharto dan berganti menjadi Orde Reformasi, sekali lagi Gerakan Pemuda menunjukkan eksistensinya.

Namun selanjutnya pasca reformasi timbul pertanyaan, bagaimana eksistensi gerakan pemuda pasca reformasi merujuk pada situasi dan kondisi bangsa saat ini yang membutuhkan peran dan fungsi Pemuda dan Mahasiswa sebagai agen of Change, bagaimanakah gerakan pemuda Indonesia pada orde reformasi ini? Semakin mengalami kemajuan atau kemundurankah, atau gerakan pemuda pada pasca reformasi merupakan antiklimaks dari semangat pemuda yang penuh dengan idealisme sehingga mengalami kemunduran dan kemandulan?

Menjawab pertanyaan dan kekhawatiran yang wajar tersebut berdasarkan hal yang dapat kita saksikan yaitu ; peran pemuda pada saat ini sangat minim dan tidak memberi warna terhadap setiap kejadian dan momentum yang ada. Korupsi merajalela, otonomi Daerah yang tidak memberikan dampak kesejahteraan untuk rakyat akan tetapi malah menjadi ruang bagi elit politik untuk membangun “kerajaan”, Kebijakan Pemerintah yang Pro Neoliberalisme dan hanya mementingkan pencitraan, Hutang RI semakin banyak, Birokrasi dan Hukum yang tidak memihak rakyat, Penghisapan Kekayaan Bangsa oleh perusahaan multinasional (Freeport, Exxon, Newmont, Caltec, dll), dan lain sebagainya, ironisnya tidak kita lihat gerakan Pemuda yang maju, bergerak, dan menjadi simbol perlawanan terhadap ketidak adilan yang terpampang didepan mata.

Ada baiknya kita memberikan beberapa kritik terhadap gerakan pemuda Pasca Reformasi saat ini yang bisa menjadi sentilan dan sentilun sehingga gerakan pemuda dapat kembali menemukan arahnya antara lain :

1. Tidak Mempunyai Visi yang Jelas
Gerakan Pemuda saat ini bisa dikatakan belum mempunyai visi yang jelas yang mendasari arah gerakannya, tidak seperti gerakan pemuda pada setiap masa perubahan di Indonesia yang telah kita bahas terdahulu mulai dari 1908, 1928, 1945, 1965, dan 1998.

Gerakan Pemuda pasca reformasi saat ini nampaknya masih kebingungan dengan apa yang harus dilakukan dan darimana memulainya (meminjam kata-kata Lenin), Kebingungan ini disebabkan masih belum ketemunya permasalahan pokok atau kontradiksi dasar yang menjadi musuh bersama dari kebobrokan Pemerintahan saat ini. Lebih parahnya lagi terkadang banyak organisasi pemuda yang didirkan hanya untuk kepentingan tertentu yang bersifat sesaat.

2. Tidak Ada Kepemimpinan
Gerakan Pemuda saat ini miskin Kepemimpinan, karena pemimpin-pemimpin organisasi pemuda yang ada saat ini tidak berasal dari bawah, dan tidak pernah benar-benar teruji kepemimpinannya serta tidak pernah menyatu dengan rakyat dan merasakan penderitaan rakyat yang sesungguhnya. Pemimpin-pemimpin organisasi-organisai pemuda saat ini banyak yang karbitan, alias langsung menjadi ketua sebuah organisasi karena dia anaknya si A, atau dia mempunyai kemampuan dari segi dana, tanpa melalui proses pematangan dan kontradiksi untuk menjadi seorang pemimpin, sehingga yang terjadi adalah ketidakpedulian terhadap permasalahan rakyat dan kebangsaan.

3. Terjebak Permainan Elite
Organisasi pemuda yang tidak mempunyai Visi dan kepemimpinan yang kuat, maka yang terjadilah adalah pemanfaatan oleh elit politik untuk kepentingan elit. Ini sudah terjadi hampir diseluruh Indonesia setiap ada pemilihan ketua sebuah organisasi maka jago-jago yang dimunculkan memiliki kedekatan dengan elit yang berkuasa sehingga ketika sudah terpilih yang terjadi adalah kemandulan arah dan gerakan organisasi pemuda karena sudah terkontaminasi dengan kepentingan elit berkuasa yang “memelihara” atau menanamkan orang didalam sebuah organisasi pemuda atau bahkan organisasi mahasiswa.

Dalam hal ini patut dipertanyakan independensi, idealisme dan kepekaan pemuda dan mahasiswa terhadap permasalahan bangsa dan rakyatnya.

4. Hilangnya Watak Kepeloporan
Dari zaman dahulu Pemuda dan Mahasiswa yang notebene mempunyai intelektualitas yang lebih maju dari massa rakyat, pastinya akan mempunyai pemikiran dan tindakan yang lebih maju dengan kata lain menjadi pelopor sebuah konsep perubahan kearah yang lebih baik. Hal tersebut yang sudah hilang dari gerakan pemuda pasca reformasi yaitu kepeloporan.

Kepeloporan sendiri hanya bisa timbul kalau gerakan Pemuda dan Mahasiswa ini mempunyai konsep yang jelas serta visi yang akan dituju.
Telaahan kritis dan budaya diskusi di tingkatan gerakan mahasiswa sudah agak kabur, atau malah memang budaya diskusi dan berfikir kritis sudah tergantikan dengan budaya hedonis seiring dengan berkembangnya zaman.

Masih banyak mungkin yang dapat dituliskan dalam rangka mengkritisi gerakan pemuda dan mahasiswa yang bisa dikatakan mandul dari sudut pandang yang lain, namun kritik ini walaupun sedikit mudah-mudahan dapat disikapi oleh setiap orang yang mengaku aktivis pemuda dan mahasiswa, karena sesungguhnya rakyat Indonesia menunggu tampilnya kembali gerakan Pemuda Indonesia untuk perubahan yang lebih baik menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, damai dan sejahtera sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Terngiang kembali ucapan Mendiang Founding Father Ir. Soekarno yang berkata ; berikan kami sepuluh orang pemuda, maka kami akan merubah dunia.

Semoga?!!
______________
*) Ketua LMND Eksekutif Bandar Lampung periode 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar