Selasa, 2 April 2013 | 17:59 WIB
Sedikitnya 1500-an petani dari sejumlah Kabupaten di Lampung, seperti Lampung Barat, Lampung Tengah, Tulang Bawang, Mesuji, dan Metro, kembali melakukan aksi massa di kantor DPRD Lampung, Selasa (2/4).
Para petani yang tergabung dalam
Gerakan Nasional Pasal 33 UUD 1945 (GNP-33 UUD 1945) ini menuntut agar pihak
DPRD turun tangan menyelesaikan konflik agraria di Lampung, khususnya di
Lampung Barat, di Mesuji, Tulang Bawang dan di Lampung Tengah.Para petani
memulai aksinya sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, begitu tiba di depan kantor
DPRD Lampung, ratusan aparat kepolisian sudah memasang barikade pengamanan.
“Kami ingin pihak DPRD Lampung
segera membuka matanya. Sudah lama kaum tani berjuang sendiri. Kami
menuntut DPRD segera turun tangan menyelesaikan konflik agraria. Jangan biarkan
nasib kaum tani terkatung-katung,” ujar Koordinator Aksi, Isnan Subkhi.
Menurut Isnan, banyak konflik
agraria di Lampung sudah berlangsung lama dan berlarut-larut. Masalahnya, kata
dia, pemerintah daerah dan Gubernur belum juga mengambil langkah konkret untuk
menyelesaikan konflik agraria tersebut.
Setelah berorasi sekitar 30 menit,
perwakilan petani diajak berdialog dengan pihak DPRD Lampung, perwakilan
Gubernur Lampung, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung, dan Departemen
Kehutanan (Dephut) Lampung.
Rahmad, Sekretaris PRD Lampung yang
menghadiri pertemuan itu, mengungkapkan bahwa sejumlah persoalan agraria yang
sedang dihadapi petani dibahas di pertemuan itu.“Mengenai rencana penggusuran
di areal perluasan Register 45 Mesuji, yang menjadi target penggusuran hanya
400 hektar lahan yang ditanami sawit,” ungkap Rahmad.
Soal penyelesaian konflik antara
petani Lampung Tengah dengan PT. Sahang Bandar Lampung, Rahmad mengungkapkan,
keputusan rapat akan mempertemukan petani dengan Tim Redistribusi lahan Eks HGU
PT.Sahang.
Kemudian, soal konflik petani
Tulang Bawang dan PT.Sugar Group Company (SGC), Pemerintah menyarankan
masyarakat untuk mengukur sendiri luasan lahan yang diklaim dengan menggunakan
citra satelit dan kemudian mencocokan dengan lahan PT.SGC.
“Katanya, BPN tidak bisa melakukan
pengukuran karena peraturan BPN pusat mengenai biaya pengukuran,” kata Rahmad.
Sementara soal konflik antara
petani plasma udang dengan PT. PCB Tulang Bawang, keputusan rapat akan
melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
Rahmad menambahkan, pertemuan itu
juga merekomendasikan kepada petani agar membuat dokumen tertulis mengenai
kasus-kasus konflik agraria yang diadukannya.
Terkait keputusan-keputusan yang
didapatkan selama dua hari aksi, petani merasa hasilnya belum memuaskan. “Kami
anggap hasil dari dua kali hearing ini, kemarin dan tadi, itu belum
memuskan,” kata Rahmad.
Namun demikian, petani memutuskan
untuk pulang dulu ke kampung halaman masing-masing. “Kami pulang dulu untuk
melengkapi data-data dan dokumen terkait kasus yang dihadapi petani.
Selain itu, kita mau menggelar
konsolidasi besar-besaran. Rencananya kita akan datang dengan data lengkap dan
massa yang lebih besar,” tegasnya.
Sekitar pukul 13.00 WIB, petani
kembali ke titik istirahat mereka di belakang kantor DPRD Bandar Lampung.
Kemudian, sekitar pukul 17.00 WIB, sebagian petani sudah kembali ke kampung
masing-masing. Sementara sebagian petani masih menunggu bus yang akan
mengangkut mereka.
Untuk diketahui, aksi para petani
ini dipimpin oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD). Selain itu, sejumlah
organisasi rakyat seperti Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dan Liga
Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) turut bergabung dalam aksi para
petani.
Saddam Cahyo/ Togar Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar