Oleh : Terryzna Hamim*
Jenuh Merengkuh
Tatapannya begitu tajam..
Bengis menelisisk setiap rongga kehidupan yang melempar pandang ke arahnya
Entah hanya karena ia tak mau dikasihani atau hanya terlalu muak oleh tatapan manis orang munafik
Gurat di wajahnya menunjukkan seribu kelelahan yang bercampur putus asa
Dan tangan itu teramat lusuh mengais kepedihan yang tak ia hiraukan
Mungkin hingga darah di nadinya menetes
Kaki yang renta mengeras
Menginjak tanpa ampun pada wajah-wajah yang dulu memberinya janji-janji kesejahteraan
Nampak begitu jelas, nafas kejengahan itu memburu
Bahkan tak mau memberi ruang pada angin untuk menerbangkan sedikit saja peluh yang menetes
Bukan karena terlalu lama ia menjadi renta,
Bukan juga karena terlalu banyak kehidupan yang ia jalani
Ia menjadi lusuh karena terlalu banyak hak yang harus diperjuangkan
Yang selama ini hanya menjadi lukisan pada tembok-tembok kokoh yang menyimpan suara tanpa wujud
Menjadi pelindung pada jiwa yang lupa akan nestapa yang telah ia ukir pada setiap raut senja
Bahkan ketika pagi muncul di antara yang bertuah..
*) Anggota LMND Komisariat Unila
Dimuat dalam Newsletter SUARA PELOPOR Edisi September 2011